SEJARAH KEDOKTERAN NUKLIR



Kedokteran Nuklir merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang mengalami perkembangan pesat seiring dengan kemajuan penelitian dibidang pemnfaatan tenaga nuklir untuk kepentingan damai.

Dalam proses perkembangannya, kedokteran nuklir merupakan hasil dari kontribusi dari para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda, mulai dari ilmu fisika, kimia, teknik, dan kedokteran.
Momentum paling penting dalam perkembangan kedokteran nuklir adalah penemuan radionuklida buatan Frédéric Joliot-Curie dan Irène Joliot-Curie pada tahun 1934.  Pada bulan Februari 1934, Joliot-Currie mempubllikasikan bahan radioaktiv buatan yang pertama dalam jurnal Nature. Penemuan mereka diilhami hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wilhelm Konrad Roentgen tentang  X-ray, Henri Becquerel tentang garam radioaktif uranium, dan Marie Curie (ibu Irene Curie) tentang thorium radioaktif, polonium serta pengaruh penggunaan koin dalam radioaktivitas.

Pada tahun 1930, Taro Takemi mempelajari penerapan fisika nuklir dalam bidang pengobatan.

Pada tanggal 7 Desember 1946, Kedokteran Nuklir mendapat pengakuan lebih luas ketika sebuah artikel yang ditulis oleh Sam Seidin diterbitkan dalam Journal of American Medical Association. Dalam artikel tersebut diuraikan kesuksesan penggunaan radioiod (I-131) terhadap pasien dengan metastasis kanker tiroid. Hal ini dianggap oleh banyak sejarahwan sebagai artikel yang paling penting yang pernah diterbitkan dalam Kedokteran Nuklir. Walaupun, pada awal penggunaan I-131 dikhususkan untuk terapi kanker tiroid, dalam perkembangannya penggunaan I-131 kemudian berkembang untuk pencitraan kelenjar tiroid,kuantifikasi fungsi tiroid, dan terapi untuk hipertiroidisme.

Semakin meluasnya penggunaan secara klinis, Kedokteran Nuklir dimulai pada awal 1950-an, sehingga pengetahuan tentang radionuklida , deteksi radioaktivitas, dan penggunaan radionuklida tertentu untuk melacak proses-proses biokimia semakin diperluas dan diperdalam oleh para ahli. Benediktus Cassen adalah perintis dalam mengembangkan scanner pertama dan Hal O Anger' mengembangkan kamera scintilasi dan  memperluas applikasi  Kedokteran Nuklir dengan  spesialisasi pencitraan medis.

Pada tahun-tahun awal pertumbuhan kedokteran nuklir sangat fenomenal. Pada tahun 1954, Perhimpunan Kedokteran Nuklir dibentuk di Spokane, Washington, USA. Pada tahun 1960, Perhimpunan tersebut mulai mempublikasikan Jurnal Kedokteran Nuklir yang merupkan salah satu  jurnal ilmiah terkemuka Amerika.

Di antara banyak radionuklida yang ditemukan, dalam aplikasi medis, penemuan dan pengembangan Technetium-99m merupakan hal yang sangat penting. Penemuan Technitium pertama kali ditemukan pada tahun 1937 oleh C. Perrier dan E. Segre sebagai unsur buatan. Saat ini, Technetium-99m adalah unsur yang paling dimanfaatkan dalam Kedokteran Nuklir dan berperan dalam berbagai studi pencitraan Kedokteran Nuklir.

Pada tahun 1970-an sebagian besar organ tubuh dapat divisualisasikan menggunakan metode Kedokteran Nuklir. Pada tahun 1971, American Medical Association resmi mengakui kedokteran nuklir sebagai spesialisasi medis, dan pada 1980-an, radiofarmasi dirancang untuk digunakan dalam diagnosis penyakit jantung. Teknik pencitraan tomografi telah dikembangkan lebih lanjut di Washington University School of Medicine.
(Akhmad Khusyairi, M.Eng)
sumber : http://www.nu.or.id/