Tampilkan postingan dengan label RELIGI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label RELIGI. Tampilkan semua postingan
AL HIKAM
Hizbut Tahrir
![]() |
Hizbut Tahrir |
H As’ad Said Ali
Boleh dikatakan, awal mula masuknya gagasan Hizbut Tahrir dilakukan secara tidak sengaja. Adalah Kiai Mama Abdullah bin Nuh, pemilik pesantren AL-Ghazali Bogor mengajak Abdurahman Albagdadi, seorang aktivis Hizbut Tahrir yang tinggal di Australia untuk menetap di Bogor pada sekitar 1982-1983.
Tujuannya semata untuk membantu pengembangan pesantren Al Ghazali. Nah, saat mengajar di pesantren tersebut, Abdurahman Albagdadi mulai berinteraksi dengan para aktivis masjid kampus dari Mesjid Al-Ghifari, IPB Bogor. Dari sini pemikiran-pemikiran Taqiyuddin mulai didiskusikan. Dibentuk kemudian halaqah-halaqah (pengajian-pengajian kecil) untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan HT. Buku-buku HT seperti Syaksiyah Islamiyah, Fikrul Islam, Nizhom Islam mulai dikaji serius.
Aliran "Qodriyatul Qosimiyah" Sesat
Aliran "Qodriyatul Qosimiyah" Sesat
Jember, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember menyatakan bahwa pengajaran "Qodriyatul Qosimiyah" yang dipimpin Kiai Qosim di Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember, Jawa Timur, merupakan aliran sesat.
"Ucapan kalimat syahadat dalam aliran Qodriyatul Qosimiyah menyimpang dengan ajaran Islam," kata Ketua MUI Jember Bidang Fatwa dan Hukum, Abdullah Samsul Arifin, setelah pertemuan dengan penganut aliran sesat dan sejumlah tokoh masyarakat di aula Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Jember, Senin.
Kemenag Jember mengundang sejumlah tokoh agama dari MUI, NU, dan Muhammadiyah untuk menyelesaikan persoalan aliran yang diduga sesat karena sudah meresahkan warga setempat.
Abdullah Samsul Arifin mengatakan kalimat syahadat dalam aliran itu menggunakan Bahasa Madura yang artinya "Saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, Allah itu adalah saya dan Nabi Muhammad adalah utusan saya".
"Ajaran dalam kitab kuning Qodriyatul Qosimiyah juga menyebutkan bahwa tempat suci Baitul Muqodas diibaratkan berada di kemaluannya, sehingga hal itu terkesan menghina agama Islam," ucap Abdullah yang juga Ketua PCNU Jember itu.
Dengan demikian, lanjut dia, MUI Jember menyatakan bahwa aliran itu sesat dan penganutnya harus bertaubat serta kembali ke jalan yang benar sesuai dengan ajaran agama Islam.
"Sejumlah perwakilan penganut aliran sesat di bawah Yayasan Qodriyatul Qosimiyah itu sudah mengakui telah mengamalkan ajaran yang sesat itu, namun mereka bersedia untuk bertaubat dengan pengawasan dari MUI," katanya.
Setelah menyatakan bertaubat, perwakilan aliran sesat itu menyatakan kekhilafannya dan mengucapkan dua kalimat syahadat yang dipimpin oleh MUI Jember dengan disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat.
"Saya berharap tokoh masyarakat setempat juga aktif untuk membina sejumlah penganut aliran sesat, agar kembali ke jalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam," katanya.
Jumlah penganut aliran sesat berdasarkan pengakuan Kyai Qosim, lanjut dia, sudah mencapai angka ribuan, bahkan pengikutnya berada di luar Kabupaten Jember.
Secara terpisah, Kyai Qosim saat dikonfirmasi sejumlah wartawan enggan berkomentar terkait aliran sesat tersebut.
Namun pada saat dialog dengan MUI di aula Kemenag Jember, Qosim menyatakan bahwa kitab kuning yang mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam itu sudah ditarik dan kitab kuning tersebut sudah tidak diedarkan lagi sejak tahun 1999.
Qosim juga meminta perlindungan dari MUI dan aparat kepolisian, apabila ada hal-hal yang tidak menyenangkan dan tindakan kekerasan dialami oleh penganut aliran Qodriyatul Qosimiyah.
Redaktur: Mukafi Niam
Sumber: Antara
sumber : http://www.nu.or.id
Jember, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember menyatakan bahwa pengajaran "Qodriyatul Qosimiyah" yang dipimpin Kiai Qosim di Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember, Jawa Timur, merupakan aliran sesat.
"Ucapan kalimat syahadat dalam aliran Qodriyatul Qosimiyah menyimpang dengan ajaran Islam," kata Ketua MUI Jember Bidang Fatwa dan Hukum, Abdullah Samsul Arifin, setelah pertemuan dengan penganut aliran sesat dan sejumlah tokoh masyarakat di aula Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Jember, Senin.
Kemenag Jember mengundang sejumlah tokoh agama dari MUI, NU, dan Muhammadiyah untuk menyelesaikan persoalan aliran yang diduga sesat karena sudah meresahkan warga setempat.
Abdullah Samsul Arifin mengatakan kalimat syahadat dalam aliran itu menggunakan Bahasa Madura yang artinya "Saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, Allah itu adalah saya dan Nabi Muhammad adalah utusan saya".
"Ajaran dalam kitab kuning Qodriyatul Qosimiyah juga menyebutkan bahwa tempat suci Baitul Muqodas diibaratkan berada di kemaluannya, sehingga hal itu terkesan menghina agama Islam," ucap Abdullah yang juga Ketua PCNU Jember itu.
Dengan demikian, lanjut dia, MUI Jember menyatakan bahwa aliran itu sesat dan penganutnya harus bertaubat serta kembali ke jalan yang benar sesuai dengan ajaran agama Islam.
"Sejumlah perwakilan penganut aliran sesat di bawah Yayasan Qodriyatul Qosimiyah itu sudah mengakui telah mengamalkan ajaran yang sesat itu, namun mereka bersedia untuk bertaubat dengan pengawasan dari MUI," katanya.
Setelah menyatakan bertaubat, perwakilan aliran sesat itu menyatakan kekhilafannya dan mengucapkan dua kalimat syahadat yang dipimpin oleh MUI Jember dengan disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat.
"Saya berharap tokoh masyarakat setempat juga aktif untuk membina sejumlah penganut aliran sesat, agar kembali ke jalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam," katanya.
Jumlah penganut aliran sesat berdasarkan pengakuan Kyai Qosim, lanjut dia, sudah mencapai angka ribuan, bahkan pengikutnya berada di luar Kabupaten Jember.
Secara terpisah, Kyai Qosim saat dikonfirmasi sejumlah wartawan enggan berkomentar terkait aliran sesat tersebut.
Namun pada saat dialog dengan MUI di aula Kemenag Jember, Qosim menyatakan bahwa kitab kuning yang mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam itu sudah ditarik dan kitab kuning tersebut sudah tidak diedarkan lagi sejak tahun 1999.
Qosim juga meminta perlindungan dari MUI dan aparat kepolisian, apabila ada hal-hal yang tidak menyenangkan dan tindakan kekerasan dialami oleh penganut aliran Qodriyatul Qosimiyah.
Redaktur: Mukafi Niam
Sumber: Antara
sumber : http://www.nu.or.id
Enam Pertanyaan Al-Ghazali
Enam Pertanyaan Al-Ghazali
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Pada kesempatan khutbah kali ini, pertama-tama saya mengajak pribadi saya sendiri dan kaum muslimin umumnya untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt. Hanya dengan taqwalah bekal yang untuk menghadap-Nya nanti. Fainna khairaz zadit taqwa. Jangan ragukan janji Allah, bahwa ia hanya melihat seseorang dari ketaqwaannya bukan dari sisi lainnya.
Jama’ah yang dimuliakan Allah
Dalam khutbah kali ini saya hendak mengisahkan sebuah cerita diskusi antara Imam Al-Ghozali dengan muridnya. Ada enam pertanyaan yang dilontarkan beliau kepada para muridnya, dan kesemuanya sangat bagus untuk kita simak niali-nilai yang terkandung di dalamnya.
Suatu ketika Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya.
Wahai murid-muridku sekalian, coba kalian jawab "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"
Murid-muridnya menjawab "orang tua,guru,kawan,dan sahabatnya".
Imam Ghozali menjelaskan semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI".
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayaka (Ali Imran 185)
Kematian adalah sesuatu yang tiada seorang pun tahu kapan ia akan datang. Karena itu manusia harus selalu bersiap diri menghadapinya. Terkadang ia jauh terasa, padahal ia dekat dalam kenyataannya. Janganlah kita lengah dalam memahami hal ini, jangan sekali-kali merasa diri jauh dari mati, karena itu membuat kita besar hati. Justru kerahasiaannya harus kita maknai bahwa mati bisa terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa adanya peringatan dari-Nya. Inilah yang hendak disampaikan oleh Al-Ghazali kepada murid-muridnya.
Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua.... "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?"
Murid -muridnya menjawab "negara Cina, bulan, matahari dan bintang -bintang".
Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahawa semua jawapan yang mereka berikan itu adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "MASA LALU". Walau dengan apa cara sekalipun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
Ini tepat dengan sebuah hadits yang menganjurkan bahwa kehidupan kita hari ini harus jauh lebih baik dari kemaren, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jika difikir lebih dalam, maka yang perlu diperhatikan adalah waktu. Waktu tidak akan datang berulang untuk kedua kali, sekali kita bertindak kesalahan kita tidak bisa merevisinya lagi. Paling banter kita hanya bisa bertobat dan berharap pengampunan. Sebagian pepatah bilang waktu adalah sesuatu yang paling berharga. Emas, harta bisa dicari tapi waktu yang sudah berlalu tak mungkin hadir kembali.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Mati dan waktu adalah dua rahasia yang ada di genggaman-Nya. Kita sebagai hamba hanya bisa berharap dan berdo’a semoga Allah swt memberikan anugrah kepada kita agar mampu memanfaatkan waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian.
Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga.... "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya menjawah "gunung, bumi dan matahari".
Semua jawapan itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU"
Nafsu adalah hal penentu pada diri manusia. Ingin bahagia yang hakiki? Kendalikanlah nafsumu, ingin celaka selamanya? Turuti nafsumu... pengendalian nafsu adalah kunci dalam hidup ini. Itulah pesan tersembunyi dari al-Ghazali bahwa nafsu adalah hal paling besar, hal yang paling menentukan....
Kemudian al-Ghazali meneruskan pada Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?". Murid-murid Ada yang menjawab "besi dan gajah".
Semua jawapan adalah benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH"
Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini.
Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya.
Jama’ah yang dimuliakan Allah
Pertanyaan Imam al-Ghazali yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?"...
Ada yang menjawab "kapas, angin, debu dan daun-daunan".
Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan Sholat. Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan sholat, gara-gara bermesyuarat kita meninggalkan sholat.
Kita harus ingat bahwa sholat adalah hal pertama yang ditanyakan Allah kepada manusia. Dan sholat adalah kewajiban terpenting di dunia ini. Namun anenya, meski demikian sholat adalah hal termudah yang sering dilewatkan oleh orang-orang muslim? Ringan sekali mlewatinya.
Dan pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?"...
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "pedang".
Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA" Karena melalui lidah, Manusia selalunya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.
Ingatlah sebuah hadits yang menerangkan:
Khirnya, di penghujung khotbah ini saya mengajak diri saya dan jama’ah sekalian bila ada waktu sering-seringlah merenung bahwa mati akan segera menjemput kita, insyaallah diri kita akan termotifasi untuk mengendalikan nafsu, menjalankan sholat, menjaga lidah dan memegang amanah.
http://www.nu.or.id
الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ الله العلي العظيم
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ الله العلي العظيم
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Pada kesempatan khutbah kali ini, pertama-tama saya mengajak pribadi saya sendiri dan kaum muslimin umumnya untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt. Hanya dengan taqwalah bekal yang untuk menghadap-Nya nanti. Fainna khairaz zadit taqwa. Jangan ragukan janji Allah, bahwa ia hanya melihat seseorang dari ketaqwaannya bukan dari sisi lainnya.
Jama’ah yang dimuliakan Allah
Dalam khutbah kali ini saya hendak mengisahkan sebuah cerita diskusi antara Imam Al-Ghozali dengan muridnya. Ada enam pertanyaan yang dilontarkan beliau kepada para muridnya, dan kesemuanya sangat bagus untuk kita simak niali-nilai yang terkandung di dalamnya.
Suatu ketika Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya.
Wahai murid-muridku sekalian, coba kalian jawab "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"
Murid-muridnya menjawab "orang tua,guru,kawan,dan sahabatnya".
Imam Ghozali menjelaskan semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI".
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayaka (Ali Imran 185)
Kematian adalah sesuatu yang tiada seorang pun tahu kapan ia akan datang. Karena itu manusia harus selalu bersiap diri menghadapinya. Terkadang ia jauh terasa, padahal ia dekat dalam kenyataannya. Janganlah kita lengah dalam memahami hal ini, jangan sekali-kali merasa diri jauh dari mati, karena itu membuat kita besar hati. Justru kerahasiaannya harus kita maknai bahwa mati bisa terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa adanya peringatan dari-Nya. Inilah yang hendak disampaikan oleh Al-Ghazali kepada murid-muridnya.
Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua.... "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?"
Murid -muridnya menjawab "negara Cina, bulan, matahari dan bintang -bintang".
Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahawa semua jawapan yang mereka berikan itu adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "MASA LALU". Walau dengan apa cara sekalipun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
Ini tepat dengan sebuah hadits yang menganjurkan bahwa kehidupan kita hari ini harus jauh lebih baik dari kemaren, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jika difikir lebih dalam, maka yang perlu diperhatikan adalah waktu. Waktu tidak akan datang berulang untuk kedua kali, sekali kita bertindak kesalahan kita tidak bisa merevisinya lagi. Paling banter kita hanya bisa bertobat dan berharap pengampunan. Sebagian pepatah bilang waktu adalah sesuatu yang paling berharga. Emas, harta bisa dicari tapi waktu yang sudah berlalu tak mungkin hadir kembali.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Mati dan waktu adalah dua rahasia yang ada di genggaman-Nya. Kita sebagai hamba hanya bisa berharap dan berdo’a semoga Allah swt memberikan anugrah kepada kita agar mampu memanfaatkan waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian.
Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga.... "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya menjawah "gunung, bumi dan matahari".
Semua jawapan itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU"
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَـٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7:179) (Al A'Raf 179).Nafsu adalah hal penentu pada diri manusia. Ingin bahagia yang hakiki? Kendalikanlah nafsumu, ingin celaka selamanya? Turuti nafsumu... pengendalian nafsu adalah kunci dalam hidup ini. Itulah pesan tersembunyi dari al-Ghazali bahwa nafsu adalah hal paling besar, hal yang paling menentukan....
Kemudian al-Ghazali meneruskan pada Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?". Murid-murid Ada yang menjawab "besi dan gajah".
Semua jawapan adalah benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH"
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (QS. 33:72) (Al Ahzab 72).Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini.
Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya.
Jama’ah yang dimuliakan Allah
Pertanyaan Imam al-Ghazali yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?"...
Ada yang menjawab "kapas, angin, debu dan daun-daunan".
Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan Sholat. Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan sholat, gara-gara bermesyuarat kita meninggalkan sholat.
Kita harus ingat bahwa sholat adalah hal pertama yang ditanyakan Allah kepada manusia. Dan sholat adalah kewajiban terpenting di dunia ini. Namun anenya, meski demikian sholat adalah hal termudah yang sering dilewatkan oleh orang-orang muslim? Ringan sekali mlewatinya.
Dan pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?"...
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "pedang".
Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA" Karena melalui lidah, Manusia selalunya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.
Ingatlah sebuah hadits yang menerangkan:
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
seorang muslim adalah orang bisa menjaga orang muslim lainnya dari lisannya dan tangannya.Khirnya, di penghujung khotbah ini saya mengajak diri saya dan jama’ah sekalian bila ada waktu sering-seringlah merenung bahwa mati akan segera menjemput kita, insyaallah diri kita akan termotifasi untuk mengendalikan nafsu, menjalankan sholat, menjaga lidah dan memegang amanah.
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ
هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Perjalanan Spiritual Iwan Fals Sampai Brebes
Perjalanan Spiritual Iwan Fals Sampai Brebes
Brebes, NU Online
Perjalanan spiritual Iwan Fals bersama Ki Ageng Ganjur ke 99 pesantren se Jawa, bakal nyampai ke Brebes. Pesantren yang bakal disinggahi adalah pesantren Azziyadah desa Karangmalang, Ketanggungan Brebes. Dia akan berdialog dan istighosah bersama ulama, santri, budayawan dan masyarakat Brebes dan juga konser musik.
Menurut ketua panitia penyelenggara Abdullah Faqih, Iwan Fals akan menyapa warga Brebes dan sekitarnya pada Selasa 24 Mei 2011 mendatang. Penyanyi “Bongkar” ini akan mengawali kegiatan sejak siang hari pukul 14.00 dengan acara penanaman pohon dilanjutkan dengan dialog budaya. “Iwan Fals malah dijadwalkan sampai di Brebes sehari sebelum acara dimulai, Senin malam (23/5),” terang Faqih usai menggelar rapat pemantapan panitia Jumat (20/5).
“Penyanyi ‘Bento’ ini bakal manggung dengan lagu-lagu hitsnya yang diiringi oleh grup musik Ki Ageng Ganjur mulai pukul 21.00. Dalam konser tersebut diselingi dengan mauidlo khasanah, termasuk pengungkapan perjalanan religi pribadi Iwan Fals. “Ratusan Kiai Brebes, akan mengiringi Iwan Fals dengan menggelar istighosah untuk keselamatan dan kemakmuran bangsa,” terang Abdullah Faqih yang juga pimpinan pesantren Azziyadah.
Ustadz Faqih menyatakan bahwa pada prinsipnya panitia lokal sudah siap, termasuk kerja sama dengan pihak kepolisian resort Brebes dan Banser Ansor serta Pagar Nusa Brebes.
Pagelaran DC Xtrareligi Iwan Fals didukung oleh Pimpinan Pusat Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (PP Lesbumi), PC GP Brebes dan Pesantren Azziyadah Karangmalang Ketanggungan. “Selain Iwan Fals, El Sastraw Al Ngatawi juga akan hadir Enthus Susmono,” tambahnya.
Konser dan Istighosah, lanjutnya, akan digelar dilapangan Karangmalang Ketanggungan Brebes. Diperkirakan pengunjung akan mencapai 20 ribu orang. Dikarenakan komunitas Oi (Orang indonesia) akan memadati panggung konser. Diperkirakan, komunitas maniak Iwan Fals dari berbagai daerah ini akan datang 1 atau 2 hari sebelum acara. “Mereka sudah berkoordinasi dan juga sudah memiliki koordinator daerah masing-masing,” pungkas Abdullah Faqih.
Redaktur: Mukafi Niam
Kontributor: Wasdiun
sumber : http://www.nu.or.id
Brebes, NU Online
Perjalanan spiritual Iwan Fals bersama Ki Ageng Ganjur ke 99 pesantren se Jawa, bakal nyampai ke Brebes. Pesantren yang bakal disinggahi adalah pesantren Azziyadah desa Karangmalang, Ketanggungan Brebes. Dia akan berdialog dan istighosah bersama ulama, santri, budayawan dan masyarakat Brebes dan juga konser musik.
Menurut ketua panitia penyelenggara Abdullah Faqih, Iwan Fals akan menyapa warga Brebes dan sekitarnya pada Selasa 24 Mei 2011 mendatang. Penyanyi “Bongkar” ini akan mengawali kegiatan sejak siang hari pukul 14.00 dengan acara penanaman pohon dilanjutkan dengan dialog budaya. “Iwan Fals malah dijadwalkan sampai di Brebes sehari sebelum acara dimulai, Senin malam (23/5),” terang Faqih usai menggelar rapat pemantapan panitia Jumat (20/5).
“Penyanyi ‘Bento’ ini bakal manggung dengan lagu-lagu hitsnya yang diiringi oleh grup musik Ki Ageng Ganjur mulai pukul 21.00. Dalam konser tersebut diselingi dengan mauidlo khasanah, termasuk pengungkapan perjalanan religi pribadi Iwan Fals. “Ratusan Kiai Brebes, akan mengiringi Iwan Fals dengan menggelar istighosah untuk keselamatan dan kemakmuran bangsa,” terang Abdullah Faqih yang juga pimpinan pesantren Azziyadah.
Ustadz Faqih menyatakan bahwa pada prinsipnya panitia lokal sudah siap, termasuk kerja sama dengan pihak kepolisian resort Brebes dan Banser Ansor serta Pagar Nusa Brebes.
Pagelaran DC Xtrareligi Iwan Fals didukung oleh Pimpinan Pusat Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (PP Lesbumi), PC GP Brebes dan Pesantren Azziyadah Karangmalang Ketanggungan. “Selain Iwan Fals, El Sastraw Al Ngatawi juga akan hadir Enthus Susmono,” tambahnya.
Konser dan Istighosah, lanjutnya, akan digelar dilapangan Karangmalang Ketanggungan Brebes. Diperkirakan pengunjung akan mencapai 20 ribu orang. Dikarenakan komunitas Oi (Orang indonesia) akan memadati panggung konser. Diperkirakan, komunitas maniak Iwan Fals dari berbagai daerah ini akan datang 1 atau 2 hari sebelum acara. “Mereka sudah berkoordinasi dan juga sudah memiliki koordinator daerah masing-masing,” pungkas Abdullah Faqih.
Redaktur: Mukafi Niam
Kontributor: Wasdiun
sumber : http://www.nu.or.id
NU akan Bantu Upaya Perdamaian di Siprus
NU akan Bantu Upaya Perdamaian di Siprus
Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan fihaknya siap membantu melakukan upaya perdamaian di Siprus yang sekarang terbelah menjadi Siprus Utara, yang dikuasai oleh etnis Turki dan Sipus Selatan, yang dikuasai oleh etnis Yunani.
Pernyataan ini disampaikan ketika menerima kunjungan Dubes Siprus untuk Indonesia Nicos Payani dalam kunjungannya ke kantor PBNU, Kamis (19/5).
“Kita siap untuk membantu menjembatani dialog, tetapi yang sifatnya tidak politis, tetapi dialog second track diplomation dan dilog interfaith,” katanya.
Kang Said menjelaskan, Indonesia merupakan negara multi etnik dan multi agama yang semuanya sepakat untuk membentuk sebuah negara yang bisa menaungi semua golongan. Pengalaman Indonesia ini bisa menjadi pelajaran bagi negara lain untuk menjalankan hidup damai dalam sebuah masyarakat yang beragam.
ia mencontohkan, situasi sosial di Indonesia jauh lebih kompleks daripada di jarizah Arab, yang sama-sama satu agama dan sama sebagai orang Arab, tetapi gagal dalam menjalin persatuan.
“Semoga perubahan yang terjadi di Arab sekarang mampu menumbuhkan negara yang demokratis dan berkeadilan, semua rakyatnya dapat merasa nikmat dari berkah alam yang diberikan,” terangnya.
Nicos Payani menegaskan, konflik yang terjadi di negaranya murni konflik etnis, tidak ada persoalan agama didalamnya.
Keberadaan orang Turki di Siprus sudah berlangsung lama ketika pulau itu dikuasai oleh kerajaan Turki Ottonom. Pada perang dunia I, pulau itu sepenuhnya dikuasai oleh Inggris. Tahun 1960 Siprus dimerdekakan oleh Inggris dengan pembagian peran di birokrasi antara orang Yunani dan Turki. Sesuai komposisi etnis yang ada.
Penyerangan yang dilakukan pada etnis Turki di Siprus Utara menyebabkan Turki melakukan penyerangan ke wilayah tersebut dengan alasan melindungi warganya pada tahun 1974. Tahun 1983, didirikan Republik Turki Siprus, tetapi tidak diakui dunia internasional, kecuali Turki sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, PBB membentuk zona penyangga dan mengirimkan pasukan perdamaian ke wilayah sengketa tersebut.
Salah satu upaya perdamaian adalah proposal Annan Plan yang diusulkan tahun 2004 yang berisi pembentukan pemerintahan federal Turki Siprus dan Yunani Siprus dengan komposisi dalam pemerintahan 50:50. Rencana ini disetujui Turki Siprus tetapi ditolak Yunani Siprus yang merasa komunitasnya lebih besar. Akhirnya proposal tersebut gagal diimplementasikan dan rencana rekonsiliasi masih mengambang sampai sekarang.
Penulis: Mukafi Niam
sumber : http://www.nu.or.id
Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan fihaknya siap membantu melakukan upaya perdamaian di Siprus yang sekarang terbelah menjadi Siprus Utara, yang dikuasai oleh etnis Turki dan Sipus Selatan, yang dikuasai oleh etnis Yunani.
Pernyataan ini disampaikan ketika menerima kunjungan Dubes Siprus untuk Indonesia Nicos Payani dalam kunjungannya ke kantor PBNU, Kamis (19/5).
“Kita siap untuk membantu menjembatani dialog, tetapi yang sifatnya tidak politis, tetapi dialog second track diplomation dan dilog interfaith,” katanya.
Kang Said menjelaskan, Indonesia merupakan negara multi etnik dan multi agama yang semuanya sepakat untuk membentuk sebuah negara yang bisa menaungi semua golongan. Pengalaman Indonesia ini bisa menjadi pelajaran bagi negara lain untuk menjalankan hidup damai dalam sebuah masyarakat yang beragam.
ia mencontohkan, situasi sosial di Indonesia jauh lebih kompleks daripada di jarizah Arab, yang sama-sama satu agama dan sama sebagai orang Arab, tetapi gagal dalam menjalin persatuan.
“Semoga perubahan yang terjadi di Arab sekarang mampu menumbuhkan negara yang demokratis dan berkeadilan, semua rakyatnya dapat merasa nikmat dari berkah alam yang diberikan,” terangnya.
Nicos Payani menegaskan, konflik yang terjadi di negaranya murni konflik etnis, tidak ada persoalan agama didalamnya.
Keberadaan orang Turki di Siprus sudah berlangsung lama ketika pulau itu dikuasai oleh kerajaan Turki Ottonom. Pada perang dunia I, pulau itu sepenuhnya dikuasai oleh Inggris. Tahun 1960 Siprus dimerdekakan oleh Inggris dengan pembagian peran di birokrasi antara orang Yunani dan Turki. Sesuai komposisi etnis yang ada.
Penyerangan yang dilakukan pada etnis Turki di Siprus Utara menyebabkan Turki melakukan penyerangan ke wilayah tersebut dengan alasan melindungi warganya pada tahun 1974. Tahun 1983, didirikan Republik Turki Siprus, tetapi tidak diakui dunia internasional, kecuali Turki sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, PBB membentuk zona penyangga dan mengirimkan pasukan perdamaian ke wilayah sengketa tersebut.
Salah satu upaya perdamaian adalah proposal Annan Plan yang diusulkan tahun 2004 yang berisi pembentukan pemerintahan federal Turki Siprus dan Yunani Siprus dengan komposisi dalam pemerintahan 50:50. Rencana ini disetujui Turki Siprus tetapi ditolak Yunani Siprus yang merasa komunitasnya lebih besar. Akhirnya proposal tersebut gagal diimplementasikan dan rencana rekonsiliasi masih mengambang sampai sekarang.
Penulis: Mukafi Niam
sumber : http://www.nu.or.id
Sekolah Filsafat Gus Dur Diresmikan

Sekolah Filsafat Gus Dur Diresmikan
Jakarta, NU Online Mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) akhirnya diabadikan menjadi nama Sekolah Tinggi Filsafat Gus Dur. Sekolah Tinggi ini diresmikan di Jakarta, pada Jumat (20/5), bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional.
"Bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, Sekolah Tinggi Filsafat Gus Dur diresmikan dan diharapkan bangsa ini membangun paradigma filsafat dan kebudayaan untuk meluruskan kembali roadmap, rencana besar kehidupan berbangsa, seperti yang dicita-citakan pendiri Republik ini”, ujar Edward Soerjadjaya dalam sambutannya sebagai salah satu penggagas berdirinya sekolah tinggi dengan nama resmi Gus Dur School of Philosophy ini.
Sebenarnya Edward, telah melakukan pemikiran mendalam,bagaimana menyatakan rasa syukur dan terimakasih kepada bangsa ini? “Saya melihat bangsa ini adalah, bangsa yang ramah, santun dan religius. Bangsa ini juga dikaruniai keragaman budaya yang kaya. Akan tetapi, sejak reformasi bergolak, saya merasakan kegundahan dalam hati,... ternyata... bangsa ini bukan bangsa yang ramah, santun dan religious,” keluh Edward.
Terlebih melihat banyaknya kejadian akhir-akhir ini baik di bidang bisnis, hukum maupun politik, yang sepertinya,... bangsa ini telah hilang kesadaran dan tradisi berpikir mendalam, berjangka panjang, arif bahkan cenderung mengabaikan kepentingan generasi yang akan datang.
Ketika, berdiskusi dengan Prof Mubarok, Edward mengakui ternyata beliaupun mengalami kegalauan yang sama dengan saya. Kegalauan melihat kondisi bangsa yang sepertinya semakin jauh dari apa yang dicita-citakan para pendiri republik ini.
Singkat kata, setelah berdiskusi dan melalui berbagai pemikiran katanya, maka Mubarok, Arief Mudatsir, M Cholid, dan dia sendiri sepakat mendirikan sebuah lembaga yang akan berfungsi sebagai 'Virus'. Ya Virus...virus yang akan menyebarluaskan paradigma filsafat dan budaya ke-Indonesiaan.
Untuk itu gagasan ini dinamai dengan nama GusDur. Tentu bukan saja suatu kebetulan pemilihan nama Gus Dur ini. Saya mengenalnya secara pribadi jauh sebelum dirinya menjadi Presiden Indonesia. Persahabatan kami melahirkan diskusi-diskusi yang tajam, perdebatan-perdebatan atau terkadang lelucon-lelucon yang agak konyol.
Tetapi bukan itu yang menjadi alasan mengapa kita angkat nama GusDur sebagai nama sekolah filsafat ini. Melainkan.. karena Gus Dur adalah Icon. Icon bangsa dengan ciri khas kearifan lokal, kedalaman pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan modern. “Dari situlah saya menganggap GusDur merupakan milik bangsa dan patut kita tempatkan ditempat yang baik sebagai nama sekolah Filsafat,” tutur Edward.
Yang pasti Edward menyadari, tentulah gagasan memperbaiki bangsa tidak bisa hanya dilakukan sendirian. Untuk itulah bertepatan dengan hari Kebangkitan Bangsa 20 Mei 2011,.... dan acara peluncuran gagasan sekolah filsafat GusDur ini, kita mengundang bapak ibu untuk memberikan saran, masukan dan bahkan kritik demi kemajuan bangsa yang kita cintai ini.
Akhir kata, Edward brerterimakasih kepada tim pendukung, Bapak Syonanto, dia adalah praktisi keuangan yang kini aktif menjadi pendidik yang juga mantan rektor Presiden University, yang nantinya akan menjabarkan pemikiran menjadi materi keilmuan filsafat. Juga kepada Bung Harlan Sumarsono, Direktur Eksekutif Institut Paradigma Indonesia atas sumbang sarannya, Christina Aryani selaku Sekretaris Eksekutif Sekolah Filsafat Gus Dur, Bung Diyen, Bung Fadhiel, Bung Tri Soekarno Agung serta seluruh pihak yang tanpa pamrih bekerja keras mewujudkan gagasan ini.
Menurut Mubarok dari Mubarok Foundation, salah satu dari 100 cendekiawan yang mendukung gagasan ini, berpendapat bahwa sekolah filsafat ini didirikan dengan maksud untuk menjadi basis pengembangan kajian pemikiran, filsafat, dan kebudayaan yang berwawasan global, tapi tetap memiliki akar yang kuat pada tradisi ke-Indonesiaan.
Nama Gus Dur sengaja dipilih karena dinilai sebagai Bapak Bangsa yang berhasil merekatkan Indonesia saat reformasi. ”Gus Dur merupakan ikon bangsa dengan paradigma baru, yakni bangsa yang kokoh berdiri di atas kearifan lokal, yang disinari oleh ajaran agama, tetapi didukung oleh kapasitas ilmu pengetahuan”, ujar Mubarok.
Sejumlah cendikiawan juga hadir dalam peresmian sekolah filsafat Gus Dur di Jalan Teluk Betung No.37 Jakarta Pusat tersebut di antaranya Rektor UIN Syahid Cipuatat Jakarta Komarudin Hidayat, M Sobari, J Kristiadi, Romo Franz Magnis Suseno, Muhammad Cholid, Arief Mudassir Mandan dll. Gus Dur School of Philosophy juga bisa diakses melalui www.filosofigusdur.org
Penulis: achmad munif arpas
sumber : http://www.nu.or.id
Yusuf Mansur: Sedekah, Cara Mudah Lipatgandakan Uang
Yusuf Mansur: Sedekah, Cara Mudah Lipatgandakan Uang
Tegal , NU Online
Cara yang paling dahsyat untuk mencari uang adalah bersedekah. Karena dengan bersedekah uang akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.
Demikian disampaikan Ustadz Yusuf Mansur saat memberikan taushiyah di lapangan Pemda Kabupaten Tegal, dalam rangka peringatan hari jadi ke -410 Kabupaten Tegal, Senin (15/5) kemarin. Kegiatan tersebut juga sekaligus dimanfaatkan untuk peresmian 15 rumah tahfidz di Kabupaten Tegal.
Ustadz Yusuf Mansur juga mengingatkan untuk sering memberikan sedekah, karena dengan bersedekah rizkinya akan dilipatgandakan . Ia memberikan contoh seorang guru TK di lingkungan Jakarta yang gajinya 150 ribu perbulan, namun berkat keinginan kuatnya untuk merubah hidup ia berani menyedekahkan semua penghasilnya selama 2 bulan. Pada akhirnya guru TK tersebut sekarang memiliki penghasilan yang sangat luar biasa yaitu sampai berjuta-juta.
“Memang ada dua cara untuk merubah hidup yaitu dengan tahajud dan sedekah, lihat yang dilakukan guru TK tadi, ia bukan hanya bersedekah tetapi ia juga melakukan sholat malam selama dua bulan berturut-turut, karena sholat malam dapat meninggikan derajat kita,” tutur pengasuh pondok pesantren Darul Qur’an Nusantara Jakarta.
Seperti biasa tausiyah Ustadz Yusuf Mansur diakhiri dengan pengumpulan sedekah dari pengunjung. Seolah terhipnotis mereka merelakan apa yang pengunjung bawa, seperti Emas, Handphon, dan sebagian besar mereka menyedekahkan uang.
Sebelum taushiyah, juga digelar jalan Sehat gebyar sedekah bersama Ustadz Yusuf Mansur dan Bupati Tegal, yang dipelopori yayasan Kawit An-Nur, yang diikuti oleh 20 ribu peserta yang melintasi jalan kota Slawi sepanjang 5 Km.
Para peserta jalan sehat terlihat antusias menempuh perjalanan dari start di lapangan Pemda Kabupaten Tegal menuju ke jalan Gajah Mada melewati jalan Cut Nyak Dhien hingga ke Jalan Kartini dan kembali ke lapangan Pemda. Selain pejalan kaki , komunitas sepeda onthel juga ikut meramaikan dengan rute perjalanan yang berbeda .
Usai jalan sehat , panitia melanjutkan pengundian kupon hadiah, mulai dari hadiah hiburan hingga hadiah utama yakni pemberangkatan umroh, satu unit rumah, dan sebuah sepeda motor. Rekaman wajah peserta jalan sehat pun menampakkan harapan mendapatkan hadiah yang cukup fantastis tersebut.
Sebelumnya Bupati Tegal, Agus Riyanto mengingatkan agar bisa belajar dari Ustadz Yusuf Mansur. Dirinya berharap dengan kehadiran Ustadz Yusuf Mansur , masyarakat Kabupaten Tegal agar lebih tenang, sabar dan tambah berkah. Dia juga menghimbau dalam rangka hari jadi ini agar Kabupaten Tegal lebih baik dari sebelumnya.
“ Mudah-Mudahan dengan kehadiran Ustadz Yusuf Mansur makin tentram dan masyarakatnya bisa menjaga keamanan, dan menjaga agar kabupaten Tegal tetap mbetahi lan ngangeni,” ungkapnya.
Sementara pembina yayasan Kawit Annur, H.M Kasriyanto dalam laporanya mengatakan, kegiatan jalan sehat ini bertujuan untuk menumbuhkan semangat berpartisipasi dalam hari jadi Kabupaten Tegal. diharapkan dalam diri setiap warga akan terpatri untuk mencintai tanah kelahirannya sendiri. Dengan demikian dalam diri masyarakat Kabupaten Tegal tercipta semangat memiliki, sehingga dapat mewujudkan visi gotong royong dalam pembangunan Kabupaten Tegal.
“Kami ingin memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat , serta memasyarakatkan sedekah dan mensedakahkan masyarakat,” katanya.
Redaktur: A. Khoirul Anam
Kontributor: Abdul Muiz
sumber : http://www.nu.or.id
Tegal , NU Online
Cara yang paling dahsyat untuk mencari uang adalah bersedekah. Karena dengan bersedekah uang akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.
Demikian disampaikan Ustadz Yusuf Mansur saat memberikan taushiyah di lapangan Pemda Kabupaten Tegal, dalam rangka peringatan hari jadi ke -410 Kabupaten Tegal, Senin (15/5) kemarin. Kegiatan tersebut juga sekaligus dimanfaatkan untuk peresmian 15 rumah tahfidz di Kabupaten Tegal.
Ustadz Yusuf Mansur juga mengingatkan untuk sering memberikan sedekah, karena dengan bersedekah rizkinya akan dilipatgandakan . Ia memberikan contoh seorang guru TK di lingkungan Jakarta yang gajinya 150 ribu perbulan, namun berkat keinginan kuatnya untuk merubah hidup ia berani menyedekahkan semua penghasilnya selama 2 bulan. Pada akhirnya guru TK tersebut sekarang memiliki penghasilan yang sangat luar biasa yaitu sampai berjuta-juta.
“Memang ada dua cara untuk merubah hidup yaitu dengan tahajud dan sedekah, lihat yang dilakukan guru TK tadi, ia bukan hanya bersedekah tetapi ia juga melakukan sholat malam selama dua bulan berturut-turut, karena sholat malam dapat meninggikan derajat kita,” tutur pengasuh pondok pesantren Darul Qur’an Nusantara Jakarta.
Seperti biasa tausiyah Ustadz Yusuf Mansur diakhiri dengan pengumpulan sedekah dari pengunjung. Seolah terhipnotis mereka merelakan apa yang pengunjung bawa, seperti Emas, Handphon, dan sebagian besar mereka menyedekahkan uang.
Sebelum taushiyah, juga digelar jalan Sehat gebyar sedekah bersama Ustadz Yusuf Mansur dan Bupati Tegal, yang dipelopori yayasan Kawit An-Nur, yang diikuti oleh 20 ribu peserta yang melintasi jalan kota Slawi sepanjang 5 Km.
Para peserta jalan sehat terlihat antusias menempuh perjalanan dari start di lapangan Pemda Kabupaten Tegal menuju ke jalan Gajah Mada melewati jalan Cut Nyak Dhien hingga ke Jalan Kartini dan kembali ke lapangan Pemda. Selain pejalan kaki , komunitas sepeda onthel juga ikut meramaikan dengan rute perjalanan yang berbeda .
Usai jalan sehat , panitia melanjutkan pengundian kupon hadiah, mulai dari hadiah hiburan hingga hadiah utama yakni pemberangkatan umroh, satu unit rumah, dan sebuah sepeda motor. Rekaman wajah peserta jalan sehat pun menampakkan harapan mendapatkan hadiah yang cukup fantastis tersebut.
Sebelumnya Bupati Tegal, Agus Riyanto mengingatkan agar bisa belajar dari Ustadz Yusuf Mansur. Dirinya berharap dengan kehadiran Ustadz Yusuf Mansur , masyarakat Kabupaten Tegal agar lebih tenang, sabar dan tambah berkah. Dia juga menghimbau dalam rangka hari jadi ini agar Kabupaten Tegal lebih baik dari sebelumnya.
“ Mudah-Mudahan dengan kehadiran Ustadz Yusuf Mansur makin tentram dan masyarakatnya bisa menjaga keamanan, dan menjaga agar kabupaten Tegal tetap mbetahi lan ngangeni,” ungkapnya.
Sementara pembina yayasan Kawit Annur, H.M Kasriyanto dalam laporanya mengatakan, kegiatan jalan sehat ini bertujuan untuk menumbuhkan semangat berpartisipasi dalam hari jadi Kabupaten Tegal. diharapkan dalam diri setiap warga akan terpatri untuk mencintai tanah kelahirannya sendiri. Dengan demikian dalam diri masyarakat Kabupaten Tegal tercipta semangat memiliki, sehingga dapat mewujudkan visi gotong royong dalam pembangunan Kabupaten Tegal.
“Kami ingin memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat , serta memasyarakatkan sedekah dan mensedakahkan masyarakat,” katanya.
Redaktur: A. Khoirul Anam
Kontributor: Abdul Muiz
sumber : http://www.nu.or.id
NU Jaga Hubungan Baik dengan Semua Kelompok
NU Jaga Hubungan Baik dengan Semua Kelompok
Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan NU akan menjaga hubungan baik dengan semua kelompok. Demikian pula terhadap pemerintah, NU akan mendukung jika memberi manfaat kepada rakyat dan mengkritik jika kebijakan pemerintah salah.
“Dalam ajaran Islam, kita dilarang bermusuhan, kecuali kepada yang dholim, semua adalah keluarga,” katanya ketika menerima rombongan kunjungan dari Gereja Mormon Amerika Serikat di gedung PBNU, Jum’at (20/5).
Ia juga menjelaskan, NU sebagai kelompok mayoritas selalu melindungi jika ada kelompok agama lain yang didholimi oleh kelompok lain. “NU berusaha membela dan menengahi konflik agama,” katanya.
Banser NU, sebagai barisan anak muda NU, selalu membantu menjaga gereja jika menjelang Natal. Terakhir, NU menjadi mediator dalam konflik agama di Bekasi. Keterlibatan NU dalam upaya menjalin perdamaian tidak hanya dilakukan di level lokal, tetapi juga level internasional, dengan menyelenggarakan sejumlah pertemuan ulama sedunia atau berkunjung ke daerah-daerah konflik.
Kang Said menegaskan, Islam untuk diamalkan, bukan untuk dikonstitusikan. Ketika agama dipolitisasi, yang terjadi adalah kekerasan agama. Hal ini telah terbukti pada semua agama, baik Islam maupun Kristen.
“Rasulullah mendirikan negara Madinah, bukan negara Islam atau negara Arab, persis seperti Indonesia,” tandasnya.
NU, jelasnya, akan menjaga Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, sebagai negara yang berketuhanan dalam membangun masyarakat bangsa.
Sementara itu David A Bernar pimpinan rombongan yang juga anggota Quarum of the Twelve Aposttles, Salt Lake City Amerika menjelaskan ia sudah pernah datang ke Indonesia ketika terjadi tsunami di Aceh dan memberikan bantuan kemanusaaan kepada korban bencana alam tersebut.
“Kami membantu orang menolong dirinya sendiri dengan memberi mesin jahit dan membangunkan rumah,” katanya.
Ia berharap agar terjalin kerjasama yang lebih erat dengan NU, salah satunya dengan pengiriman mahasiswa ke Amerika, pertukaran pemuda atau kerjasama kemanusiaan lainnya.
Ia juga mengajak kerjasama NU dalam menciptakan perdaamaian dan mengupayakan kebebasan beragama, sebagaimana yang selalu dilakukan melalui konferensi tahunan di Universitas Virginia Amerika yang melibatkan tokoh agama dari seluruh dunia.
Penulis: Mukafi Niam
sumber : http://www.nu.or.id
Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan NU akan menjaga hubungan baik dengan semua kelompok. Demikian pula terhadap pemerintah, NU akan mendukung jika memberi manfaat kepada rakyat dan mengkritik jika kebijakan pemerintah salah.
“Dalam ajaran Islam, kita dilarang bermusuhan, kecuali kepada yang dholim, semua adalah keluarga,” katanya ketika menerima rombongan kunjungan dari Gereja Mormon Amerika Serikat di gedung PBNU, Jum’at (20/5).
Ia juga menjelaskan, NU sebagai kelompok mayoritas selalu melindungi jika ada kelompok agama lain yang didholimi oleh kelompok lain. “NU berusaha membela dan menengahi konflik agama,” katanya.
Banser NU, sebagai barisan anak muda NU, selalu membantu menjaga gereja jika menjelang Natal. Terakhir, NU menjadi mediator dalam konflik agama di Bekasi. Keterlibatan NU dalam upaya menjalin perdamaian tidak hanya dilakukan di level lokal, tetapi juga level internasional, dengan menyelenggarakan sejumlah pertemuan ulama sedunia atau berkunjung ke daerah-daerah konflik.
Kang Said menegaskan, Islam untuk diamalkan, bukan untuk dikonstitusikan. Ketika agama dipolitisasi, yang terjadi adalah kekerasan agama. Hal ini telah terbukti pada semua agama, baik Islam maupun Kristen.
“Rasulullah mendirikan negara Madinah, bukan negara Islam atau negara Arab, persis seperti Indonesia,” tandasnya.
NU, jelasnya, akan menjaga Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, sebagai negara yang berketuhanan dalam membangun masyarakat bangsa.
Sementara itu David A Bernar pimpinan rombongan yang juga anggota Quarum of the Twelve Aposttles, Salt Lake City Amerika menjelaskan ia sudah pernah datang ke Indonesia ketika terjadi tsunami di Aceh dan memberikan bantuan kemanusaaan kepada korban bencana alam tersebut.
“Kami membantu orang menolong dirinya sendiri dengan memberi mesin jahit dan membangunkan rumah,” katanya.
Ia berharap agar terjalin kerjasama yang lebih erat dengan NU, salah satunya dengan pengiriman mahasiswa ke Amerika, pertukaran pemuda atau kerjasama kemanusiaan lainnya.
Ia juga mengajak kerjasama NU dalam menciptakan perdaamaian dan mengupayakan kebebasan beragama, sebagaimana yang selalu dilakukan melalui konferensi tahunan di Universitas Virginia Amerika yang melibatkan tokoh agama dari seluruh dunia.
Penulis: Mukafi Niam
sumber : http://www.nu.or.id
Susunan Bacaan Tahlil
Susunan Bacaan Tahlil
Tahlil atau tahlilan sudah menjadi tradisi kaum muslimin di Indonesia, utamanya warga Nahdlatul Ulama (NU) sebagai penganut paham Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) sebagai upaya bertawashul kepada Allah SWT untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia atau ahli kubur pada umumnya,
Tahlil secara lughat berarti bacaan لاإله إلاالله (Lailaha illallah) seperti halnya Tasbih berarti bacaan سبحان الله (Subhanallah), Tahmid bacaan الحمد لله (Alhamdulillah) dan lain sebagainya.
Bahasa Arab kebanyakan selain mempunyai arti secara lughowi (bahasa) juga mempunyai arti secara istilahi atau urfi. Tasbih misalnya pengertian secara urfi ialah mengagumi dan mensucikan Allah sang Maha pencipta dari segala kekurangan dan kelemahan, yang direfleksikan dengan bersyukur, rasa takjub dan lain sebagainya yang diiringi dengan mengucapkan Subhanallah.
Demikian pula Tahlil dalam pengertiannya secara urfi atau islitahi ialah mengesakan Allah dan tidak ada pengabdian yang tulus kecuali hanya kepada Allah, tidak hanya mengkui Allah sebagai Tuhan tetapi juga untuk mengabdi, sebagimana dalam pentafsiran kalimah thayyibah
Artinya: Tiada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali Allah, atau tidak ada pengabdian yang tulus kecuali kepada Allah
Kemudian di dalam melaksanakan bentuk pengabdian manusia sebagai hamba kepada Allah SWT, sudah barang tentu tidak cukup hanya dengan menyebut-nyebut asma Allah akan tetapi harus disertai prilaku-prilaku seorang hamba yang mentaati perintah perintah Allah serta menjauhi larangan larangan-Nya, dan perilaku tersebut digambarkan dalam rangkaian bacaan-bacaan pada tahlilan.
Jadi Tahlil dengan serangkaian bacaannya yang lebih akrab disebut dengan tahlilan tidak hanya berfungsi hanya untuk mendoakan sanak kerabat yang telah meninggal, akan tetapi lebih dari pada itu Tahlil dengan serentetan bacaannya mulai dari surat Al-ikhlas, Shalawat, Istighfar, kalimat thayyibah dan seterusnya memiliki makna dan filosofi kehidupan manusia baik yang bertalian dengan i’tiqad Ahlus Sunnah wal jamaah, maupun gambaran prilaku manusia jika ingin memperoleh keselamatan dan kebahagiaan di Dunia dan di akhirat kelak.
Tahlilan dari susunan bacaannya terdiri dari dua unsur yang disebut dengan syarat dan rukun, yang dimaksud dengan syarat ialah bacaan :
1. Surat al-Ikhlas
2. Surat al-Falaq
3. Surat an-Nas
4. Surat al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 5 الم ذلك الكتاب .......
5. Surat al-Baqarah ayat 163 والهكم إله واحد ........
6. Surat al-Baqarah ayat 255 الله لاإله إلا هو الحي القيوم ........
7. Surat al-Baqarah ayat dari ayat 284 samai ayat 286 لله مافي السموات ......
8. Surat al-Ahzab ayat 33 إنما يريد الله ........
9. Surat al-Ahzab ayat 56إن الله وملائكته يصلون على النبي ........
10. Dan sela-sela bacaan antara Shalawat, Istighfar, Tahlil da Tasbih
Adapun bacaan yang dimaksud dengan rukun tahlil ialah bacaan :
1. Surat al-Baqarah ayat 286 pada bacaan :واعف عنا واغفر لنا وارحمنا
2. Surat al-Hud ayat 73: ارحمنا ياأرحم الراحمين
3. Shalawat Nabi
4. Istighfar
5. Kalimat Thayyibah لاإله إلاالله
6. Tasbih
Makna dari susunan bacaan tahlil di atas insyaallah akan dipaparkan dalam kesempatan berikutnya.
Tahlil atau tahlilan sudah menjadi tradisi kaum muslimin di Indonesia, utamanya warga Nahdlatul Ulama (NU) sebagai penganut paham Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) sebagai upaya bertawashul kepada Allah SWT untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia atau ahli kubur pada umumnya,
Tahlil secara lughat berarti bacaan لاإله إلاالله (Lailaha illallah) seperti halnya Tasbih berarti bacaan سبحان الله (Subhanallah), Tahmid bacaan الحمد لله (Alhamdulillah) dan lain sebagainya.
Bahasa Arab kebanyakan selain mempunyai arti secara lughowi (bahasa) juga mempunyai arti secara istilahi atau urfi. Tasbih misalnya pengertian secara urfi ialah mengagumi dan mensucikan Allah sang Maha pencipta dari segala kekurangan dan kelemahan, yang direfleksikan dengan bersyukur, rasa takjub dan lain sebagainya yang diiringi dengan mengucapkan Subhanallah.
Demikian pula Tahlil dalam pengertiannya secara urfi atau islitahi ialah mengesakan Allah dan tidak ada pengabdian yang tulus kecuali hanya kepada Allah, tidak hanya mengkui Allah sebagai Tuhan tetapi juga untuk mengabdi, sebagimana dalam pentafsiran kalimah thayyibah
لاإله إلاالله أي لامعبود بحق إلاالله
Artinya: Tiada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali Allah, atau tidak ada pengabdian yang tulus kecuali kepada Allah
Kemudian di dalam melaksanakan bentuk pengabdian manusia sebagai hamba kepada Allah SWT, sudah barang tentu tidak cukup hanya dengan menyebut-nyebut asma Allah akan tetapi harus disertai prilaku-prilaku seorang hamba yang mentaati perintah perintah Allah serta menjauhi larangan larangan-Nya, dan perilaku tersebut digambarkan dalam rangkaian bacaan-bacaan pada tahlilan.
Jadi Tahlil dengan serangkaian bacaannya yang lebih akrab disebut dengan tahlilan tidak hanya berfungsi hanya untuk mendoakan sanak kerabat yang telah meninggal, akan tetapi lebih dari pada itu Tahlil dengan serentetan bacaannya mulai dari surat Al-ikhlas, Shalawat, Istighfar, kalimat thayyibah dan seterusnya memiliki makna dan filosofi kehidupan manusia baik yang bertalian dengan i’tiqad Ahlus Sunnah wal jamaah, maupun gambaran prilaku manusia jika ingin memperoleh keselamatan dan kebahagiaan di Dunia dan di akhirat kelak.
Tahlilan dari susunan bacaannya terdiri dari dua unsur yang disebut dengan syarat dan rukun, yang dimaksud dengan syarat ialah bacaan :
1. Surat al-Ikhlas
2. Surat al-Falaq
3. Surat an-Nas
4. Surat al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 5 الم ذلك الكتاب .......
5. Surat al-Baqarah ayat 163 والهكم إله واحد ........
6. Surat al-Baqarah ayat 255 الله لاإله إلا هو الحي القيوم ........
7. Surat al-Baqarah ayat dari ayat 284 samai ayat 286 لله مافي السموات ......
8. Surat al-Ahzab ayat 33 إنما يريد الله ........
9. Surat al-Ahzab ayat 56إن الله وملائكته يصلون على النبي ........
10. Dan sela-sela bacaan antara Shalawat, Istighfar, Tahlil da Tasbih
Adapun bacaan yang dimaksud dengan rukun tahlil ialah bacaan :
1. Surat al-Baqarah ayat 286 pada bacaan :واعف عنا واغفر لنا وارحمنا
2. Surat al-Hud ayat 73: ارحمنا ياأرحم الراحمين
3. Shalawat Nabi
4. Istighfar
5. Kalimat Thayyibah لاإله إلاالله
6. Tasbih
Makna dari susunan bacaan tahlil di atas insyaallah akan dipaparkan dalam kesempatan berikutnya.
KH M. Irfan Ms
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Amin, Jampes, Kediri
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Amin, Jampes, Kediri
sumber : http://www.nu.or.id
PBNU: Toleransi Butuh Pengorbanan
PBNU: Toleransi Butuh Pengorbanan
Jakarta, NU Online
Hidup bertoleransi itu memang berat. Toleransi butuh pengorbanan, kesabaran dan pengetahuan. Tapi, sikap toleran harus dipunyai setiap warga bangsa adalah syarat mutlak menuju Indonesia beradab, adil dan makmur.
”Orang yang tidak toleran itu orang berarti tidak punya kesabaran, tidak mau berkorban, atau tidak berpengetahuan.”
Demikian dinyatakan Ketua Umum PBNU Dr. KH Said Aqiel Siradj dalam jumpa pers di gedung PBNU lantai lima beberapa saat lalu, Kamis (19/5).
Kang Said menjelaskan, toleransi itu sikap pernyataan minimalis dari pola hubungan antarmanusia atau antarkelompok yang berbeda. ”Toleransi itu berbuatan minimal dari manusia untuk manusia lain. Meskipun begitu, toleransi adalah bentuk pengorbanan,” tegasnya.
”Yang paling baik dari kita sebagai manusia adalah ta’awun atau saling tolong menolong. Ta’awun lebih dari sekedar tasamuh atau toleransi. Oleh karena itu, ta’awun salah satu konsep dasar membangun umat terbaik, ada dalam mabadi khoira ummah NU,” jelas Kang Said.
Dalam kesempatan itu, Kang Said juga menjelaskan tentang konsep madzhab ahlussunnah wal jama’ah dalam hidup bernegara. Dia menyatakan, Aswaja menilai kehidupan bernegara itu adalah kehidupan duniawiyah yang asasnya kemaslahatan bersama.
”Urusan negara terserah saja, mau monarkhi, presidensil, atau apapun, yang penting maslahah, adil, makmur, kehidupan agama terjamin, dan semua orang secara umum bisa menikmatinya,” ujarnya.
”BedanyaAswaja dengan Syiah yang di antaranya ada pada konsep rukun iman. Syi’ah menilai pemimpin dunia dalam rukun iman. Sedangkan aswaja tidak. Aswaja tegas, negara itu urusan dunia,” pungkasnya.
Penulis: Hamzah Sahal
sumber : http://www.nu.or.id
Jakarta, NU Online
Hidup bertoleransi itu memang berat. Toleransi butuh pengorbanan, kesabaran dan pengetahuan. Tapi, sikap toleran harus dipunyai setiap warga bangsa adalah syarat mutlak menuju Indonesia beradab, adil dan makmur.
”Orang yang tidak toleran itu orang berarti tidak punya kesabaran, tidak mau berkorban, atau tidak berpengetahuan.”
Demikian dinyatakan Ketua Umum PBNU Dr. KH Said Aqiel Siradj dalam jumpa pers di gedung PBNU lantai lima beberapa saat lalu, Kamis (19/5).
Kang Said menjelaskan, toleransi itu sikap pernyataan minimalis dari pola hubungan antarmanusia atau antarkelompok yang berbeda. ”Toleransi itu berbuatan minimal dari manusia untuk manusia lain. Meskipun begitu, toleransi adalah bentuk pengorbanan,” tegasnya.
”Yang paling baik dari kita sebagai manusia adalah ta’awun atau saling tolong menolong. Ta’awun lebih dari sekedar tasamuh atau toleransi. Oleh karena itu, ta’awun salah satu konsep dasar membangun umat terbaik, ada dalam mabadi khoira ummah NU,” jelas Kang Said.
Dalam kesempatan itu, Kang Said juga menjelaskan tentang konsep madzhab ahlussunnah wal jama’ah dalam hidup bernegara. Dia menyatakan, Aswaja menilai kehidupan bernegara itu adalah kehidupan duniawiyah yang asasnya kemaslahatan bersama.
”Urusan negara terserah saja, mau monarkhi, presidensil, atau apapun, yang penting maslahah, adil, makmur, kehidupan agama terjamin, dan semua orang secara umum bisa menikmatinya,” ujarnya.
”BedanyaAswaja dengan Syiah yang di antaranya ada pada konsep rukun iman. Syi’ah menilai pemimpin dunia dalam rukun iman. Sedangkan aswaja tidak. Aswaja tegas, negara itu urusan dunia,” pungkasnya.
Penulis: Hamzah Sahal
sumber : http://www.nu.or.id
Do’a, Bacaan Al-Qur’an, Shadaqoh & Tahlil untuk Orang Mati
Do’a, Bacaan Al-Qur’an, Shadaqoh & Tahlil untuk Orang Mati
Apakah do’a, bacaan Al-Qur’an, tahlil dan shadaqoh itu pahalanya akan sampai kepada orang mati? Dalam hal ini ada segolongan yang yang berkata bahwa do’a, bacaan Al-Qur’an, tahlil dan shadaqoh tidak sampai pahalanya kepada orang mati dengan alasan dalilnya, sebagai berikut:
Juga hadits Nabi MUhammad SAW:
Mereka sepertinya, hanya secara letterlezk (harfiyah) memahami kedua dalil di atas, tanpa menghubungkan dengan dalil-dalil lain. Sehingga kesimpulan yang mereka ambil, do’a, bacaan Al-Qur’an, shadaqoh dan tahlil tidak berguna bagi orang mati. Pemahaman itu bertentangan dengan banyak ayat dan hadits Rasulullah SAW beberapa di antaranya :
Dalam hal ini hubungan orang mu’min dengan orang mu’min tidak putus dari Dunia sampai Akherat.
Dan masih banyak pula dalil-dalil yang memperkuat bahwa orang mati masih mendapat manfa’at do’a perbuatan orang lain. Ayat ke 39 Surat An-Najm di atas juga dapat diambil maksud, bahwa secara umum yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan, sehingga seseorang tidak menyandarkan kepada perbuatan orang, tetapi tidak berarti menghilangkan perbuatan seseorang untuk orang lain.
Di dalam Tafsir ath-Thobari jilid 9 juz 27 dijelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan tatkala Walid ibnu Mughirah masuk Islam diejek oleh orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; “Kalau engkau kembali kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang menanggung siksaanmu di akherat”.
Maka Allah SWT menurunkan ayat di atas yang menunjukan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, bagi seseorang apa yang telah dikerjakan, bukan berarti menghilangkan pekerjaan seseorang untuk orang lain, seperti do’a kepada orang mati dan lain-lainnya.
Dalam Tafsir ath-Thobari juga dijelaskan, dari sahabat ibnu Abbas; bahwa ayat tersebut telah di-mansukh atau digantikan hukumnya:
Apakah do’a, bacaan Al-Qur’an, tahlil dan shadaqoh itu pahalanya akan sampai kepada orang mati? Dalam hal ini ada segolongan yang yang berkata bahwa do’a, bacaan Al-Qur’an, tahlil dan shadaqoh tidak sampai pahalanya kepada orang mati dengan alasan dalilnya, sebagai berikut:
وَاَنْ لَيْسَ لِلْلاِءنْسنِ اِلاَّ مَاسَعَى
“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan”. (QS An-Najm 53: 39)Juga hadits Nabi MUhammad SAW:
اِذَامَاتَ ابْنُ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
“Apakah anak Adam mati, putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqoh jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan, dan anak yang sholeh yang mendo’akan dia.”Mereka sepertinya, hanya secara letterlezk (harfiyah) memahami kedua dalil di atas, tanpa menghubungkan dengan dalil-dalil lain. Sehingga kesimpulan yang mereka ambil, do’a, bacaan Al-Qur’an, shadaqoh dan tahlil tidak berguna bagi orang mati. Pemahaman itu bertentangan dengan banyak ayat dan hadits Rasulullah SAW beberapa di antaranya :
وَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلاِءخْوَنِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِءْيمن
“Dan orang-orang yang datang setelah mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman.” (QS Al-Hasyr 59: 10)Dalam hal ini hubungan orang mu’min dengan orang mu’min tidak putus dari Dunia sampai Akherat.
وَاسْتَغْفِرْلِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنتِ
“Dan mintalah engkau ampun (Muhammad) untuk dosamu dan dosa-dosa mu’min laki dan perempuan.” (QS Muhammad 47: 19)
سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِى مَاتَتْ افَيَنْفَعُهَا اِنْ تَصَدَّقْتَ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ
“Bertanya seorang laki-laki kepada Nabi SAW; Ya Rasulullah sesungguhnya ibu saya telah mati, apakah berguna bagi saya, seandainya saua bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab; yaa berguna untuk ibumu.” (HR Abu Dawud).Dan masih banyak pula dalil-dalil yang memperkuat bahwa orang mati masih mendapat manfa’at do’a perbuatan orang lain. Ayat ke 39 Surat An-Najm di atas juga dapat diambil maksud, bahwa secara umum yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan, sehingga seseorang tidak menyandarkan kepada perbuatan orang, tetapi tidak berarti menghilangkan perbuatan seseorang untuk orang lain.
Di dalam Tafsir ath-Thobari jilid 9 juz 27 dijelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan tatkala Walid ibnu Mughirah masuk Islam diejek oleh orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; “Kalau engkau kembali kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang menanggung siksaanmu di akherat”.
Maka Allah SWT menurunkan ayat di atas yang menunjukan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, bagi seseorang apa yang telah dikerjakan, bukan berarti menghilangkan pekerjaan seseorang untuk orang lain, seperti do’a kepada orang mati dan lain-lainnya.
Dalam Tafsir ath-Thobari juga dijelaskan, dari sahabat ibnu Abbas; bahwa ayat tersebut telah di-mansukh atau digantikan hukumnya:
عَنِ ابْنِى عَبَّاسٍ: قَوْلُهُ تَعَالى وَأَنْ لَيْسَ لِلاِءنْسنِ اِلاَّ مَا سَعَى فَأَنْزَلَ اللهُ بَعْدَ هذَا: وَالَّذِيْنَ أَمَنُوْاوَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِيَتُهُمْ بِاِءْيمنٍ أَلْحَقْنَابِهِمْ ذُرِيَتَهُمْ فَأَدْخَلَ اللهُ الأَبْنَاءَ بِصَلاَحِ اْلابَاءِاْلجَنَّةَ
“Dari sahabat Ibnu Abbas dalam firman Allah SWT Tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dikerjakan, kemudian Allah menurunkan ayat surat At-Thuur; 21. “dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka, maka Allah memasukkan anak kecil ke surga karena kebaikan orang tua.”
Syaekhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu’ Fatawa jilid 24, berkata: “Orang yang berkata bahwa do’a tidak sampai kepada orang mati dan perbuatan baik, pahalanya tidak sampai kepada orang mati,” mereka itu ahli bid’ah, sebab para ulama’ telah sepakat bahwa mayyit mendapat manfa’at dari do’a dan amal shaleh orang yang hidup.
KH Nuril Huda
Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
sumber : http://www.nu.or.id
Sosiolog: Deradikalisasi Kaum Muda Perlu Segera Dilakukan
Yogyakarta, NU Online
Deradikalisasi terhadap kaum muda perlu segera dilakukan dalam konteks perkembangan saat ini untuk membentengi mereka dari pengaruh fundamentalisme, radikalisme, dan terorisme, kata sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Lambang Trijono.
"Deradikalisasi terutama diarahkan untuk menghentikan fundamentalisme agar tidak berkembang menjadi politik kekerasan dan terorisme," katanya di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, radikalisasi memang sedang mengintai kaum muda. Contohnya, banyak pemuda menjadi korban dan sekaligus pelaku kekerasan, seperti terungkap dalam kasus Negara Islam Indonesia (NII) dan kasus terorisme.
"Hal itu terjadi karena tidak adanya pembentukan subjek warga negara demokratis di kalangan kaum muda di tengah maraknya fundamentalisme politik agama," katanya.
Ia mengatakan sejak awal demokratisasi, kelompok tersebut terus menghantui politik demokrasi, termasuk kini mengancam regenerasi demokrasi dengan melibatkan kaum muda dalam gerakan fundamentalisme politik.
Oleh karena itu, diperlukan etik politik dan sosial dengan menekankan pentingnya dimensi sosial dalam praktik keagamaan, mengakui perbedaan pandangan, dan memberikan peluang politik berbagai kelompok pandangan untuk mengartikulasikan pandangan mereka dalam praktik politik demokratis.
"Dalam hal ini keterbukaan demokrasi merupakan rumah paling ideal untuk berkembangnya etik tersebut," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM itu.
Sosiolog dari UGM Arie Sujito mengatakan kaum muda dijadikan sasaran fundamentalisme karena mereka dianggap sedang mengalami proses dan fase pencarian pikiran atau aliran baru.
"Ketika rasionalitas dan kesadaran kritis tidak bekerja di benak anak muda, maka doktrin yang menegasi realitas begitu mudah ditanamkan," katanya.
Menurut dia, untuk mengatasi maraknya indoktrinasi pada mahasiswa, tidak cukup sekadar mengejar atau menangkap para pencuci otak. Dalam jangka pendek, daya tekanan yang dialami kaum muda sebagai "korban" keyakinan paham keras atas agama perlu diurai dan dipulihkan secara psikologis.
"Dalam jangka panjang perlu menumbuhkan dan membangun ruang pembelajar kritis dan rasional di kampus dan masyarakat, serta menyemai semangat solidaritas berkomunitas," katanya.
Redaktur: Mukafi Niam
Sumber: Antara
sumber : http://www.nu.or.id/page/id
Deradikalisasi terhadap kaum muda perlu segera dilakukan dalam konteks perkembangan saat ini untuk membentengi mereka dari pengaruh fundamentalisme, radikalisme, dan terorisme, kata sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Lambang Trijono.
"Deradikalisasi terutama diarahkan untuk menghentikan fundamentalisme agar tidak berkembang menjadi politik kekerasan dan terorisme," katanya di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, radikalisasi memang sedang mengintai kaum muda. Contohnya, banyak pemuda menjadi korban dan sekaligus pelaku kekerasan, seperti terungkap dalam kasus Negara Islam Indonesia (NII) dan kasus terorisme.
"Hal itu terjadi karena tidak adanya pembentukan subjek warga negara demokratis di kalangan kaum muda di tengah maraknya fundamentalisme politik agama," katanya.
Ia mengatakan sejak awal demokratisasi, kelompok tersebut terus menghantui politik demokrasi, termasuk kini mengancam regenerasi demokrasi dengan melibatkan kaum muda dalam gerakan fundamentalisme politik.
Oleh karena itu, diperlukan etik politik dan sosial dengan menekankan pentingnya dimensi sosial dalam praktik keagamaan, mengakui perbedaan pandangan, dan memberikan peluang politik berbagai kelompok pandangan untuk mengartikulasikan pandangan mereka dalam praktik politik demokratis.
"Dalam hal ini keterbukaan demokrasi merupakan rumah paling ideal untuk berkembangnya etik tersebut," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM itu.
Sosiolog dari UGM Arie Sujito mengatakan kaum muda dijadikan sasaran fundamentalisme karena mereka dianggap sedang mengalami proses dan fase pencarian pikiran atau aliran baru.
"Ketika rasionalitas dan kesadaran kritis tidak bekerja di benak anak muda, maka doktrin yang menegasi realitas begitu mudah ditanamkan," katanya.
Menurut dia, untuk mengatasi maraknya indoktrinasi pada mahasiswa, tidak cukup sekadar mengejar atau menangkap para pencuci otak. Dalam jangka pendek, daya tekanan yang dialami kaum muda sebagai "korban" keyakinan paham keras atas agama perlu diurai dan dipulihkan secara psikologis.
"Dalam jangka panjang perlu menumbuhkan dan membangun ruang pembelajar kritis dan rasional di kampus dan masyarakat, serta menyemai semangat solidaritas berkomunitas," katanya.
Redaktur: Mukafi Niam
Sumber: Antara
sumber : http://www.nu.or.id/page/id
‘IBADAH YANG MENJADI MAKSIAT’ DAN ‘MAKSIAT YANG MENJADI IBADAH’
‘IBADAH YANG MENJADI MAKSIAT’
DAN ‘MAKSIAT YANG MENJADI IBADAH’
BY: Muhammad Lubab al-Mubahitsin
[[ GENERAL DIRECTION: Diperbolehkan untuk mengambil, meng-copy, mengutip, dan menyebarluaskan tulisan ini, dengan syarat mencantumkan nama penulisnya. Ini adalah wujud pertanggungjawaban ilmiah dari pengutip maupun saya pribadi, terutama seandainya ada pihak yang tidak setuju atau meminta pertanggungjawaban berkaitan dengan materi tulisan. Kepada pembaca dipersilahkan untuk memberikan comment, sanggahan, dukungan, pertanyaan lebih lanjut, atau respon apapun ke mas_lubab@yahoo.com atau ke nomor HP saya: 085 227 999 555. Insya Allah seluruh komentar atau pertanyaan akan saya tanggapi. Untuk komentator/penanya yang minta dirahasiakan identitasnya, saya akan menjamin kerahasiaannya secara amanah dan profesional. ]]
Ada sebuah ungkapan menarik yang dikatakan oleh Ibnu ‘Atha’illah: maksiat yang menimbulkan perasaan hina dan butuh (akan rahmat Tuhan) adalah lebih baik daripada ibadah yang menumbuhkan perasaan mulia dan tinggi hati (ma’shiyatun awratsat dzullan wa iftiqaran khoirun min tha’atin awratsat ‘izzan wa istikbaran). Sepintas, ungkapan sang tokoh sufi tersebut memang terkesan terlalu berani, seolah dia adalah Tuhan yang punya kewenangan menilai amal kita. Tapi apabila kita merenunginya secara serius, kita akan mendapati kedalaman makna yang sungguh luar biasa darinya. Maqalah tersebut bukanlah ungkapan yang tidak berdasar, karena sesungguhnya ungkapan tersebut adalah penjelasan lebih mendalam dari Hadis Nabi yang menyatakan, dosa terkadang dapat memasukkan pelakunya ke surga (rubba dzanbin adkhala shahibahu al-jannata). Kita baru dapat memahami ungkapan kontroversial diatas hanya apabila kita mampu memaknai maksiat dan ibadah bukan dari lahiriahnya saja, tapi juga hakikatnya.
Hakikat Ibadah dan Maksiat
Secara bahasa, kata ‘abida-ya’budu-‘ibadah berarti menghamba, menyembah, dan menghinakan diri pada Tuhan. Dari semua makna yang dikandungnya, dapat kita simpulkan kiranya bahwa hakikat ibadah pasti tidak akan jauh dari yang namanya “sifat rendah diri”. Sedangkan kata ‘asha-ya’shi-ma’shiyah artinya adalah durhaka, melawan, dan menentang. Durhaka, melawan, dan menentang adalah perbuatan yang hanya bisa ada jika pelakunya merasa sombong, mulia, dan berbesar hati. Dari sini jelaslah bahwa maksiat pastilah tidak akan jauh dari yang namanya “perasaan tinggi hati”.
Dalam buku al-Hikam al-‘Atha’iyyah Syarh wa Tahlil, Dr. Sa’id Ramadlan al-Buthiy secara sangat logis menjelaskan ungkapan Ibnu ‘Atha’illah diatas. Menurutnya, hakikat dari ibadah adalah merasa hina, rendah diri, dan lemah dihadapan Yang Maha Mutlak, sehingga kita kemudian menyembah-Nya dan selalu mengharap rahmat dari-Nya. Sedangkan hakikat dari maksiat adalah perasaan sombong, tinggi hati, dan berbesar hati didepan Sang Khaliq, sehingga kita kemudian merasa tidak begitu butuh akan rahmatNya, bahkan berani melawan perintah dan larangannya (al-Buthiy: 2000, hal. 143).
Itulah hakikat dari masing-masing dari keduanya. Ibadah sangat erat kaitannya dengan perasan rendah hati, lemah, dan perasaan hina. Sebaliknya, maksiat sangat erat kaitannya dengan kesombongan, over self confidence, dan suka merendahkan yang lainnya. Konsekuensinya, apabila hakikat dari keduanya sampai tertukar, maka, semestinya, tertukar pula nama dari masing-masing, karena nama hanyalah “bungkus” dari sebuah hakikat.
Maksudnya, apabila ibadah yang kita lakukan pada kenyataannya justru menimbulkan perasan tinggi hati, merasa paling suci, dan suka memandang rendah yang lainnya, maka itu bukanlah ibadah, tapi justru maksiat. Atau dengan kata lain, ‘maksiat yang berbaju ibadah’. Begitu juga sebaliknya. Bahkan secara lebih ekstrem, Ibnu ‘Ajibah al-Hasaniy, dalam Iqadz al- Himam fi Syarh al-Hikam, sampai menegaskan bahwa pelaku maksiat yang merasa menyesal, hina, dan berdosa, pada hakikatnya lebih baik daripada ahli ibadah yang merasa “Pe-De” dengan ibadahnya dan merasa paling alim sendiri (Ibnu ‘Ajibah: t.t., hal.187).
Kita tidak bisa menjamin bahwa seorang yang berbaju koko, rajin beribadah dan selalu aktif di masjid adalah lebih mulia di sisi Allah dari para PSK yang ‘aktif’-nya di lokalisasi. Karena bukan hal yang mustahil, kesalehan yang dilakukan ahli ibadah tadi mungkin justru malah membuatnya merasa paling ‘bersih’ sendiri, sangat ‘PD’, dan suka memandang yang lainnya ‘kotor’. Merasa sudah rajin ibadah, bisa jadi, dia tidak begitu merasa rendah diri atau hina lagi. Sebaliknya, si PSK tadi setiap malam menangis menyesali kehinaan dirinya didepan Tuhan, tapi ia, dengan sangat terpaksa, tak bisa meninggalkan dunianya karena takut anaknya putus sekolah atau kelaparan.
Secara lahiriah, terlebih lagi kalau dilihat dari kacamata fiqh yang legalistik formal, PSK tadi jelas salah dan berdosa besar. Namun, bila kita merenungi lagi hakikat ibadah dan maksiat diatas, siapa yang dapat menjamin bahwa didepan Tuhan, kedudukan ahli ibadah tadi lebih tinggi dari PSK ini? Apalagi kalau kita ingat hadis diatas, bahwa terkadang maksiat dapat memasukkan pelakunya ke surga. Bukankah Allah Maha Tahu dan Maha Pengampun? Rahmat-Nya juga sangat luas bagi siapa saja yang Dia kehendaki, termasuk untuk PSK tadi. Bukankah kita tidak bisa ‘memaksa’ Tuhan untuk menghukum PSK tadi atau memasukkan ahli ibadah tadi ke surga-Nya? Tuhan punya ‘hak prerogatif’ untuk melakukan apa saja yang Ia suka.
Yang ingin penulis tekankan disini bukanlah menetapkan bahwa maksiat lebih baik dari ibadah, tetapi menunjukkan betapa sulitnya melakukan ibadah yang diterima disisi Allah.
Bagaimana Ibadah Semestinya Dilakukan??
Karena ibadah terikat oleh syarat-syarat formal dan materiil, maka agar ibadah diterima, kita tentu harus dapat memenuhi semua syarat yang ada. Syarat formal ibadah adalah syarat yang biasa dibahas dalam fiqh. Syarat formal ini relatif lebih mudah untuk dipenuhi karena tolak ukurnya sangat jelas, sebagaimana telah dijelaskan secara rinci dalam fiqh. Bila semua syarat yang ditentukan fiqh tersebut telah terpenuhi, belum berarti ibadah pasti diterima oleh Allah, karena masih ada syarat-syarat lain, yaitu syarat materiil. Syarat inilah yang lebih sulit dipenuhi sebab tolak ukurnya tidak jelas, mengingat sangat erat kaitannya dengan hati. Contoh dari syarat materiil diantaranya adalah ibadah harus dilakukan dengan ikhlas, khusyu’, dan mempunyai dampak positif.
Untuk benar-benar ikhlas saja kita masih merasa kesulitan. Padahal, keikhlasan adalah syarat materiil pertama diterimanya ibadah. Kalau memang ibadah kita hanya untuk Allah, kenapa kita tetap saja merasa berkecil hati ketika orang memandang kita sebagai bukan orang alim? Kita pun masih seringkali bahagia dan merasa nyaman ketika orang-orang mengenal kesalehan kita, apalagi kalau sampai disebut ustadz. Seorang yang sudah benar-benar ikhlas tidak akan pernah bersikap demikian. Dia tidak memperdulikan apa kata orang mengenai dirinya, malah ia justru merasa senang jika kesalehannya tidak diketahui orang lain.
Dari semua syarat-syarat pelaksanaan ibadah, syarat yang terpenting sekaligus paling sulit pemenuhannya adalah syarat yang berkaitan dengan dampak dari ibadah, sebab dalam syarat inilah hakikat ibadah berada. Karena ibadah berangkat dari perasaan rendah diri, lemah, dan hina, maka dampak dari ibadah juga tidak boleh jauh dari itu. Inilah mengapa Allah berfirman: Sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Artinya, ketika melakukan shalat, kita harus benar-benar menginsyafi kehinaan, kelemahan, dan rendahnya kita dihadapan Tuhan, sehingga dari situ semestinya kita sangat tidak pantas lagi melawan larangan Yang Maha Perkasa dengan melakukan perbuatan keji dan munkar.
Demikianlah, Tuhan sebenarnya tidak begitu banyak menuntut dari kita. Dia hanya ingin agar kita selalu mengakui kelemahan dan kehinaan kita sebagai hamba. Itu saja, tidak lebih. Prosesi dari pengakuan kelemahan dan kehinaan ini kemudian dikenal dengan istilah ‘ibadah’. Sebaliknya, Tuhan sangat tidak suka jika kita sampai bersikap arogan, sombong, dan berbesar diri, baik terhadap-Nya maupun terhadap mahkluk-Nya.
Oleh karena itu, sebagai penutup, ada baiknya kita renungkan kembali firman Allah dalam salah satu hadis qudsi: Kemuliaan adalah selendangKu dan kesombongan adalah sarungKu. Maka barang siapa yang mengambilnya dariKu, Aku pasti memberikan azab padanya. Karena itu, marilah kita tata kembali ibadah kita, agar ibadah yang kita lakukan jangan sampai membuat kita berbesar hati dan merasa mulia, sehingga malah menimbulkan murkaNya. Wallahu a’lamu bish shawab.
Diposkan oleh lubabulmubahitsin di 22:13 DAN ‘MAKSIAT YANG MENJADI IBADAH’
BY: Muhammad Lubab al-Mubahitsin
[[ GENERAL DIRECTION: Diperbolehkan untuk mengambil, meng-copy, mengutip, dan menyebarluaskan tulisan ini, dengan syarat mencantumkan nama penulisnya. Ini adalah wujud pertanggungjawaban ilmiah dari pengutip maupun saya pribadi, terutama seandainya ada pihak yang tidak setuju atau meminta pertanggungjawaban berkaitan dengan materi tulisan. Kepada pembaca dipersilahkan untuk memberikan comment, sanggahan, dukungan, pertanyaan lebih lanjut, atau respon apapun ke mas_lubab@yahoo.com atau ke nomor HP saya: 085 227 999 555. Insya Allah seluruh komentar atau pertanyaan akan saya tanggapi. Untuk komentator/penanya yang minta dirahasiakan identitasnya, saya akan menjamin kerahasiaannya secara amanah dan profesional. ]]
Ada sebuah ungkapan menarik yang dikatakan oleh Ibnu ‘Atha’illah: maksiat yang menimbulkan perasaan hina dan butuh (akan rahmat Tuhan) adalah lebih baik daripada ibadah yang menumbuhkan perasaan mulia dan tinggi hati (ma’shiyatun awratsat dzullan wa iftiqaran khoirun min tha’atin awratsat ‘izzan wa istikbaran). Sepintas, ungkapan sang tokoh sufi tersebut memang terkesan terlalu berani, seolah dia adalah Tuhan yang punya kewenangan menilai amal kita. Tapi apabila kita merenunginya secara serius, kita akan mendapati kedalaman makna yang sungguh luar biasa darinya. Maqalah tersebut bukanlah ungkapan yang tidak berdasar, karena sesungguhnya ungkapan tersebut adalah penjelasan lebih mendalam dari Hadis Nabi yang menyatakan, dosa terkadang dapat memasukkan pelakunya ke surga (rubba dzanbin adkhala shahibahu al-jannata). Kita baru dapat memahami ungkapan kontroversial diatas hanya apabila kita mampu memaknai maksiat dan ibadah bukan dari lahiriahnya saja, tapi juga hakikatnya.
Hakikat Ibadah dan Maksiat
Secara bahasa, kata ‘abida-ya’budu-‘ibadah berarti menghamba, menyembah, dan menghinakan diri pada Tuhan. Dari semua makna yang dikandungnya, dapat kita simpulkan kiranya bahwa hakikat ibadah pasti tidak akan jauh dari yang namanya “sifat rendah diri”. Sedangkan kata ‘asha-ya’shi-ma’shiyah artinya adalah durhaka, melawan, dan menentang. Durhaka, melawan, dan menentang adalah perbuatan yang hanya bisa ada jika pelakunya merasa sombong, mulia, dan berbesar hati. Dari sini jelaslah bahwa maksiat pastilah tidak akan jauh dari yang namanya “perasaan tinggi hati”.
Dalam buku al-Hikam al-‘Atha’iyyah Syarh wa Tahlil, Dr. Sa’id Ramadlan al-Buthiy secara sangat logis menjelaskan ungkapan Ibnu ‘Atha’illah diatas. Menurutnya, hakikat dari ibadah adalah merasa hina, rendah diri, dan lemah dihadapan Yang Maha Mutlak, sehingga kita kemudian menyembah-Nya dan selalu mengharap rahmat dari-Nya. Sedangkan hakikat dari maksiat adalah perasaan sombong, tinggi hati, dan berbesar hati didepan Sang Khaliq, sehingga kita kemudian merasa tidak begitu butuh akan rahmatNya, bahkan berani melawan perintah dan larangannya (al-Buthiy: 2000, hal. 143).
Itulah hakikat dari masing-masing dari keduanya. Ibadah sangat erat kaitannya dengan perasan rendah hati, lemah, dan perasaan hina. Sebaliknya, maksiat sangat erat kaitannya dengan kesombongan, over self confidence, dan suka merendahkan yang lainnya. Konsekuensinya, apabila hakikat dari keduanya sampai tertukar, maka, semestinya, tertukar pula nama dari masing-masing, karena nama hanyalah “bungkus” dari sebuah hakikat.
Maksudnya, apabila ibadah yang kita lakukan pada kenyataannya justru menimbulkan perasan tinggi hati, merasa paling suci, dan suka memandang rendah yang lainnya, maka itu bukanlah ibadah, tapi justru maksiat. Atau dengan kata lain, ‘maksiat yang berbaju ibadah’. Begitu juga sebaliknya. Bahkan secara lebih ekstrem, Ibnu ‘Ajibah al-Hasaniy, dalam Iqadz al- Himam fi Syarh al-Hikam, sampai menegaskan bahwa pelaku maksiat yang merasa menyesal, hina, dan berdosa, pada hakikatnya lebih baik daripada ahli ibadah yang merasa “Pe-De” dengan ibadahnya dan merasa paling alim sendiri (Ibnu ‘Ajibah: t.t., hal.187).
Kita tidak bisa menjamin bahwa seorang yang berbaju koko, rajin beribadah dan selalu aktif di masjid adalah lebih mulia di sisi Allah dari para PSK yang ‘aktif’-nya di lokalisasi. Karena bukan hal yang mustahil, kesalehan yang dilakukan ahli ibadah tadi mungkin justru malah membuatnya merasa paling ‘bersih’ sendiri, sangat ‘PD’, dan suka memandang yang lainnya ‘kotor’. Merasa sudah rajin ibadah, bisa jadi, dia tidak begitu merasa rendah diri atau hina lagi. Sebaliknya, si PSK tadi setiap malam menangis menyesali kehinaan dirinya didepan Tuhan, tapi ia, dengan sangat terpaksa, tak bisa meninggalkan dunianya karena takut anaknya putus sekolah atau kelaparan.
Secara lahiriah, terlebih lagi kalau dilihat dari kacamata fiqh yang legalistik formal, PSK tadi jelas salah dan berdosa besar. Namun, bila kita merenungi lagi hakikat ibadah dan maksiat diatas, siapa yang dapat menjamin bahwa didepan Tuhan, kedudukan ahli ibadah tadi lebih tinggi dari PSK ini? Apalagi kalau kita ingat hadis diatas, bahwa terkadang maksiat dapat memasukkan pelakunya ke surga. Bukankah Allah Maha Tahu dan Maha Pengampun? Rahmat-Nya juga sangat luas bagi siapa saja yang Dia kehendaki, termasuk untuk PSK tadi. Bukankah kita tidak bisa ‘memaksa’ Tuhan untuk menghukum PSK tadi atau memasukkan ahli ibadah tadi ke surga-Nya? Tuhan punya ‘hak prerogatif’ untuk melakukan apa saja yang Ia suka.
Yang ingin penulis tekankan disini bukanlah menetapkan bahwa maksiat lebih baik dari ibadah, tetapi menunjukkan betapa sulitnya melakukan ibadah yang diterima disisi Allah.
Bagaimana Ibadah Semestinya Dilakukan??
Karena ibadah terikat oleh syarat-syarat formal dan materiil, maka agar ibadah diterima, kita tentu harus dapat memenuhi semua syarat yang ada. Syarat formal ibadah adalah syarat yang biasa dibahas dalam fiqh. Syarat formal ini relatif lebih mudah untuk dipenuhi karena tolak ukurnya sangat jelas, sebagaimana telah dijelaskan secara rinci dalam fiqh. Bila semua syarat yang ditentukan fiqh tersebut telah terpenuhi, belum berarti ibadah pasti diterima oleh Allah, karena masih ada syarat-syarat lain, yaitu syarat materiil. Syarat inilah yang lebih sulit dipenuhi sebab tolak ukurnya tidak jelas, mengingat sangat erat kaitannya dengan hati. Contoh dari syarat materiil diantaranya adalah ibadah harus dilakukan dengan ikhlas, khusyu’, dan mempunyai dampak positif.
Untuk benar-benar ikhlas saja kita masih merasa kesulitan. Padahal, keikhlasan adalah syarat materiil pertama diterimanya ibadah. Kalau memang ibadah kita hanya untuk Allah, kenapa kita tetap saja merasa berkecil hati ketika orang memandang kita sebagai bukan orang alim? Kita pun masih seringkali bahagia dan merasa nyaman ketika orang-orang mengenal kesalehan kita, apalagi kalau sampai disebut ustadz. Seorang yang sudah benar-benar ikhlas tidak akan pernah bersikap demikian. Dia tidak memperdulikan apa kata orang mengenai dirinya, malah ia justru merasa senang jika kesalehannya tidak diketahui orang lain.
Dari semua syarat-syarat pelaksanaan ibadah, syarat yang terpenting sekaligus paling sulit pemenuhannya adalah syarat yang berkaitan dengan dampak dari ibadah, sebab dalam syarat inilah hakikat ibadah berada. Karena ibadah berangkat dari perasaan rendah diri, lemah, dan hina, maka dampak dari ibadah juga tidak boleh jauh dari itu. Inilah mengapa Allah berfirman: Sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Artinya, ketika melakukan shalat, kita harus benar-benar menginsyafi kehinaan, kelemahan, dan rendahnya kita dihadapan Tuhan, sehingga dari situ semestinya kita sangat tidak pantas lagi melawan larangan Yang Maha Perkasa dengan melakukan perbuatan keji dan munkar.
Demikianlah, Tuhan sebenarnya tidak begitu banyak menuntut dari kita. Dia hanya ingin agar kita selalu mengakui kelemahan dan kehinaan kita sebagai hamba. Itu saja, tidak lebih. Prosesi dari pengakuan kelemahan dan kehinaan ini kemudian dikenal dengan istilah ‘ibadah’. Sebaliknya, Tuhan sangat tidak suka jika kita sampai bersikap arogan, sombong, dan berbesar diri, baik terhadap-Nya maupun terhadap mahkluk-Nya.
Oleh karena itu, sebagai penutup, ada baiknya kita renungkan kembali firman Allah dalam salah satu hadis qudsi: Kemuliaan adalah selendangKu dan kesombongan adalah sarungKu. Maka barang siapa yang mengambilnya dariKu, Aku pasti memberikan azab padanya. Karena itu, marilah kita tata kembali ibadah kita, agar ibadah yang kita lakukan jangan sampai membuat kita berbesar hati dan merasa mulia, sehingga malah menimbulkan murkaNya. Wallahu a’lamu bish shawab.
BOM CIREBON Pernyataan Sikap PBNU
BOM CIREBON
Pernyataan Sikap PBNU
15/04/2011
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Seperti diketahui bersama bahwa pada hari ini, Jum’at, 15 April 2011 Jam 12.30 di Masjid komplek Polresta Cirebon telah terjadi ledakan bom yang diyakini merupakan bom bunuh diri yang memakan korban termasuk didalamnya Kapolresta Cirebon. Dengn ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan sikap sebagai Berikut :
1. Bom bunuh diri yang dilakukan di masjid komplek Polresta Cirebon adalah perbuatan biadab dan tidak dibenarkan oleh agama. Untuk itu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengutuk keras atas tindakan tersebut.
2. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meminta kepada aparat yang berwenang untuk mengusut tuntas atas kejadian tersebut dan menyeret dalang dibalik peristiwa itu ke meja hijau sesuai dengan hokum dan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyerukan waga Nahdlatul Ulama dan kepada seluruh Jajaran kepengurusan NU di semua tingkatan untuk tetap tenang dengan meningkatkan koordinasi dan kewaspadaan dalam rangka menjaga ketentraman dan kesatuan masyarakat.
Demikian Pernyataan Sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk dijalankan sebagaimana mestinya.
Wallahulmuwaffiq ila aqwamiththarieq,
Wassaalamu’alaikum Wr. Wb.
Dr KH Said Aqil Siroj, MA H Marsudi Syuhud
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
Pernyataan Sikap PBNU
15/04/2011
Peryataan Sikap
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Berkenaan dengan Bom Bunuh Diri
Di Masjid Mapolresta Cirebon
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Berkenaan dengan Bom Bunuh Diri
Di Masjid Mapolresta Cirebon
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Seperti diketahui bersama bahwa pada hari ini, Jum’at, 15 April 2011 Jam 12.30 di Masjid komplek Polresta Cirebon telah terjadi ledakan bom yang diyakini merupakan bom bunuh diri yang memakan korban termasuk didalamnya Kapolresta Cirebon. Dengn ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan sikap sebagai Berikut :
1. Bom bunuh diri yang dilakukan di masjid komplek Polresta Cirebon adalah perbuatan biadab dan tidak dibenarkan oleh agama. Untuk itu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengutuk keras atas tindakan tersebut.
2. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meminta kepada aparat yang berwenang untuk mengusut tuntas atas kejadian tersebut dan menyeret dalang dibalik peristiwa itu ke meja hijau sesuai dengan hokum dan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyerukan waga Nahdlatul Ulama dan kepada seluruh Jajaran kepengurusan NU di semua tingkatan untuk tetap tenang dengan meningkatkan koordinasi dan kewaspadaan dalam rangka menjaga ketentraman dan kesatuan masyarakat.
Demikian Pernyataan Sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk dijalankan sebagaimana mestinya.
Wallahulmuwaffiq ila aqwamiththarieq,
Wassaalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 15 April 2011
Dr KH Said Aqil Siroj, MA H Marsudi Syuhud
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
Aliran Sesat di Cilacap Merebak Lagi
Aliran Sesat di Cilacap Merebak Lagi
Jumat, 22 April 2011 10:20
Cilacap, NU Online
Merebaknya aliran Komunitas Millah Abraham (Komar) ditanggapi serius oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Cilacap Selatan, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) setempat serta pihak kepolisian.
Aliran Komar yang saat ini sedang berkembang di wilayah Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap Tengah, dan Cilacap Utara. Dalam ajarannya, para pengikut Komar diperbolehkan untuk tidak menjalankan shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
Para pengikut Komar berkeyakinan penuh bahwa ajaran Muhammad menyambung kepada Yesus. Sedangkan ajaran Yesus menyambung kepada Musa, karena mereka adalah anak-anak Abraham.
Ketua MUI Kecamatan Cilacap Selatan KH Muhammad Mudasir meminta masyarakat tidak melakukan tindakan anarkis yang melanggar hukum terhadap aliran ini.
"Kami akan mengidentifikasi para pengikut aliran Komar secara lengkap dan menyeluruh," ujar Ketua MUI Cilacap Selatan, di Pondok Pesantren Al Ihya Uluumadin, Kamis (21/4), seperti dikutip kontributor NU Online Suryo Pranoto.
KH Mudasir mengatakan, identifikasi itu di antaranya menyangkut data keluarga maupun aktifitas keseharian para pengikut aliran tersebut. Dengan demikian, pihaknya akan lebih mudah dalam mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap para pengikut aliran Komar.
Kapolsek Cilacap Selatan, AKP Zudi Perawata. berharap, masyarakat dapat bersama-sama menjaga kondusifitas daerah. Zudi menambahkan, pihaknya pun akan terus melakukan penyelidikan terhadap keberadaan aliran tersebut dan para pengikutnya. Tak hanya itu, pihaknya juga akan melakukan antisipasi supaya ajaran tersebut tidak tersebar luas dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Sementara itu, Ketua MWC NU Cilacap Selatan, R Bstuti Ridwan S Ag, SH , mengungkapkan, berdasarkan telaah yang dilakukan pihaknya, aliran Komar merupakan aliran sesat. Pasalnya, aliran tersebut tidak jauh berbeda dengan ajaran Ahmad Moshaddeq, Al Qiyadah Al Islamiyah, yang telah dinyatakan sesat oleh MUI pusat. (sur)
sunber : http://www.nu.or.id
Jumat, 22 April 2011 10:20
Cilacap, NU Online
Merebaknya aliran Komunitas Millah Abraham (Komar) ditanggapi serius oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Cilacap Selatan, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) setempat serta pihak kepolisian.
Aliran Komar yang saat ini sedang berkembang di wilayah Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap Tengah, dan Cilacap Utara. Dalam ajarannya, para pengikut Komar diperbolehkan untuk tidak menjalankan shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
Para pengikut Komar berkeyakinan penuh bahwa ajaran Muhammad menyambung kepada Yesus. Sedangkan ajaran Yesus menyambung kepada Musa, karena mereka adalah anak-anak Abraham.
Ketua MUI Kecamatan Cilacap Selatan KH Muhammad Mudasir meminta masyarakat tidak melakukan tindakan anarkis yang melanggar hukum terhadap aliran ini.
"Kami akan mengidentifikasi para pengikut aliran Komar secara lengkap dan menyeluruh," ujar Ketua MUI Cilacap Selatan, di Pondok Pesantren Al Ihya Uluumadin, Kamis (21/4), seperti dikutip kontributor NU Online Suryo Pranoto.
KH Mudasir mengatakan, identifikasi itu di antaranya menyangkut data keluarga maupun aktifitas keseharian para pengikut aliran tersebut. Dengan demikian, pihaknya akan lebih mudah dalam mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap para pengikut aliran Komar.
Kapolsek Cilacap Selatan, AKP Zudi Perawata. berharap, masyarakat dapat bersama-sama menjaga kondusifitas daerah. Zudi menambahkan, pihaknya pun akan terus melakukan penyelidikan terhadap keberadaan aliran tersebut dan para pengikutnya. Tak hanya itu, pihaknya juga akan melakukan antisipasi supaya ajaran tersebut tidak tersebar luas dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Sementara itu, Ketua MWC NU Cilacap Selatan, R Bstuti Ridwan S Ag, SH , mengungkapkan, berdasarkan telaah yang dilakukan pihaknya, aliran Komar merupakan aliran sesat. Pasalnya, aliran tersebut tidak jauh berbeda dengan ajaran Ahmad Moshaddeq, Al Qiyadah Al Islamiyah, yang telah dinyatakan sesat oleh MUI pusat. (sur)
sunber : http://www.nu.or.id
Habib Achmad: Umat Harus Diselamatkan dari Aliran Keras
Habib Achmad: Umat Harus Diselamatkan dari Aliran Keras
Jumat, 22 April 2011 12:27
Surabaya, NU Online
Info News
Ide pendirian NII (Negara Islam Indonesia) di Indonesia selalu datang dari kelompok Islam yang berhaluan keras. Salah satu modus mereka menculik dan mencuci otak anak-amak muda untuk bergabung dengan kelompok mereka.
Demikian disampaikan Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur, Habib Achmad Zein Alkaf, di Surabaya, Kamis (21/4) menanggapi kasus penculikan dan cuci otak terhadap beberapa mahasiswa di Malang yang disinyalir dilakukan oleh kelompok NII.
Habib Achmad menjelaskan, NII dalam sejarahnya adalah sempalan gerakan Islam dalam sejarah Indonesia berhubungan dengan pendirian Kartosuwiryo, tokoh sejarah yang meyakini hubungan antara Islam dengan praktik pembentukan negara.
Dijelaskannya, Indonesia adalah negara yang penduduknya mayoritas berpaham Ahlussunnah Wal Jamaah yang dibawa oleh Wali Songo. Ajaran Wali Songo ini memiliki ciri khas bahwa Islam hanya bisa berkembang dengan cara damai dan sejuk. Sebab, menurutnya, Islam dibawa dan disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara damai.
Lebih jauh, Ketua Yayasan Al Bayyinat ini memaparkan, bahwa pedoman kelompok Ahlussunnah adalah berdakwalah dengan hikmah, dengan sopan santun, dengan cara yang baik dan kalau harus berdialog maka berdialoglah dengan cara-cara yang baik.
“Kelompok Islam yang berhaluan keras juga berdakwah, tapi dakwahnya dengan cara-cara pemaksaan dan kekerasan. Bahkan kalau perlu dengan teror dan bom bunuh diri, “ tegasnya.
Untuk melakukan itu, tambah Habib Achmad, tidak semua orang berani melakukannya, sehingga diperlukan orang yang sudah dicuci otaknya dengan doktrinasi, sehingga tanpa ragu bahkan tanpa sadar mereka sudah terlibat dalam tindak kekerasan tersebut.
Dikatakan, selama ini Ahlussunnah di Indonesia berdakwah dengan sopan santun, bahkan kelompok Ahlussunnah tidak membenarkan cara berdakwah yang dilakukan oleh kelompok garis keras yang berdakwah dengan Irhab (teror). Sebab melakukan teror (irhab) di negara seperti Indonesia itu tidak dibenarkan, karena Indonesia penduduknya mayoritas beragama Islam.
Namun, karena kelompok keras menganggap umat Islam di Indonesia juga dianggap kafir, tidak sepaham dan tidak seakidah dengan mereka, maka mereka menerapkan cara berdakwah yang sesuai dengan ajaran mereka, yaitu kalau perlu berdakwah dengan kekerasan.
Dengan demikian, Habib Achmad meminta semua pihak untuk menyelamatkan umat Islam ini dari berbagai aliran atau kelompok yang berdakwah dengan kekerasan. (hdy)
sumber : http://www.nu.or.id
Jumat, 22 April 2011 12:27
Surabaya, NU Online
Info News
Ide pendirian NII (Negara Islam Indonesia) di Indonesia selalu datang dari kelompok Islam yang berhaluan keras. Salah satu modus mereka menculik dan mencuci otak anak-amak muda untuk bergabung dengan kelompok mereka.
Demikian disampaikan Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur, Habib Achmad Zein Alkaf, di Surabaya, Kamis (21/4) menanggapi kasus penculikan dan cuci otak terhadap beberapa mahasiswa di Malang yang disinyalir dilakukan oleh kelompok NII.
Habib Achmad menjelaskan, NII dalam sejarahnya adalah sempalan gerakan Islam dalam sejarah Indonesia berhubungan dengan pendirian Kartosuwiryo, tokoh sejarah yang meyakini hubungan antara Islam dengan praktik pembentukan negara.
Dijelaskannya, Indonesia adalah negara yang penduduknya mayoritas berpaham Ahlussunnah Wal Jamaah yang dibawa oleh Wali Songo. Ajaran Wali Songo ini memiliki ciri khas bahwa Islam hanya bisa berkembang dengan cara damai dan sejuk. Sebab, menurutnya, Islam dibawa dan disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara damai.
Lebih jauh, Ketua Yayasan Al Bayyinat ini memaparkan, bahwa pedoman kelompok Ahlussunnah adalah berdakwalah dengan hikmah, dengan sopan santun, dengan cara yang baik dan kalau harus berdialog maka berdialoglah dengan cara-cara yang baik.
“Kelompok Islam yang berhaluan keras juga berdakwah, tapi dakwahnya dengan cara-cara pemaksaan dan kekerasan. Bahkan kalau perlu dengan teror dan bom bunuh diri, “ tegasnya.
Untuk melakukan itu, tambah Habib Achmad, tidak semua orang berani melakukannya, sehingga diperlukan orang yang sudah dicuci otaknya dengan doktrinasi, sehingga tanpa ragu bahkan tanpa sadar mereka sudah terlibat dalam tindak kekerasan tersebut.
Dikatakan, selama ini Ahlussunnah di Indonesia berdakwah dengan sopan santun, bahkan kelompok Ahlussunnah tidak membenarkan cara berdakwah yang dilakukan oleh kelompok garis keras yang berdakwah dengan Irhab (teror). Sebab melakukan teror (irhab) di negara seperti Indonesia itu tidak dibenarkan, karena Indonesia penduduknya mayoritas beragama Islam.
Namun, karena kelompok keras menganggap umat Islam di Indonesia juga dianggap kafir, tidak sepaham dan tidak seakidah dengan mereka, maka mereka menerapkan cara berdakwah yang sesuai dengan ajaran mereka, yaitu kalau perlu berdakwah dengan kekerasan.
Dengan demikian, Habib Achmad meminta semua pihak untuk menyelamatkan umat Islam ini dari berbagai aliran atau kelompok yang berdakwah dengan kekerasan. (hdy)
sumber : http://www.nu.or.id
BOM CIREBON - Pernyataan Sikap PBNU
BOM CIREBON
Pernyataan Sikap PBNU
15/04/2011
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Seperti diketahui bersama bahwa pada hari ini, Jum’at, 15 April 2011 Jam 12.30 di Masjid komplek Polresta Cirebon telah terjadi ledakan bom yang diyakini merupakan bom bunuh diri yang memakan korban termasuk didalamnya Kapolresta Cirebon. Dengn ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan sikap sebagai Berikut :
1. Bom bunuh diri yang dilakukan di masjid komplek Polresta Cirebon adalah perbuatan biadab dan tidak dibenarkan oleh agama. Untuk itu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengutuk keras atas tindakan tersebut.
2. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meminta kepada aparat yang berwenang untuk mengusut tuntas atas kejadian tersebut dan menyeret dalang dibalik peristiwa itu ke meja hijau sesuai dengan hokum dan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyerukan waga Nahdlatul Ulama dan kepada seluruh Jajaran kepengurusan NU di semua tingkatan untuk tetap tenang dengan meningkatkan koordinasi dan kewaspadaan dalam rangka menjaga ketentraman dan kesatuan masyarakat.
Demikian Pernyataan Sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk dijalankan sebagaimana mestinya.
Wallahulmuwaffiq ila aqwamiththarieq,
Wassaalamu’alaikum Wr. Wb.
Dr KH Said Aqil Siroj, MA H Marsudi Syuhud
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
sumber :
Pernyataan Sikap PBNU
15/04/2011
Peryataan Sikap
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Berkenaan dengan Bom Bunuh Diri
Di Masjid Mapolresta Cirebon
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Berkenaan dengan Bom Bunuh Diri
Di Masjid Mapolresta Cirebon
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Seperti diketahui bersama bahwa pada hari ini, Jum’at, 15 April 2011 Jam 12.30 di Masjid komplek Polresta Cirebon telah terjadi ledakan bom yang diyakini merupakan bom bunuh diri yang memakan korban termasuk didalamnya Kapolresta Cirebon. Dengn ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan sikap sebagai Berikut :
1. Bom bunuh diri yang dilakukan di masjid komplek Polresta Cirebon adalah perbuatan biadab dan tidak dibenarkan oleh agama. Untuk itu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengutuk keras atas tindakan tersebut.
2. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meminta kepada aparat yang berwenang untuk mengusut tuntas atas kejadian tersebut dan menyeret dalang dibalik peristiwa itu ke meja hijau sesuai dengan hokum dan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyerukan waga Nahdlatul Ulama dan kepada seluruh Jajaran kepengurusan NU di semua tingkatan untuk tetap tenang dengan meningkatkan koordinasi dan kewaspadaan dalam rangka menjaga ketentraman dan kesatuan masyarakat.
Demikian Pernyataan Sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk dijalankan sebagaimana mestinya.
Wallahulmuwaffiq ila aqwamiththarieq,
Wassaalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 15 April 2011
Dr KH Said Aqil Siroj, MA H Marsudi Syuhud
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
sumber :
Kritik Nahdliyin atas Bebas BM Import
Oleh: Mochammad Maksum Machfoedz
Sedari dini ajaran keadilan ditekankan oleh seluruh aliran keagamaan yang ada di muka bumi, jauh hari sebelum urusan peribadatan dikenalkan. Itulah yang diyakini sebagai maksud utama turunnya agama, maqashidus syari’ah. Keyakinan akan kepentingan keadilan itu pula yang mengajarkan utamanya perlindungan terhadap hak keberagamaan sampai hak privat yang nondiskriminatif (hifdzud din sampai hifdzul ‘irdl), termasuk hak atas keadilan pangan.
Pada masa Nabi Muhammad membangun keberadaban Madinah, urusan keadilan pangan tidak lepas dari perhatiannya. Dalam banyak rujukan standard, salah satunya I’anatuth Tholibin (3-131), disebut bagaimana ketegasan Nabi SAW terhadap potensi ketidakadilan pangan karena ulah penimbunan yang menyebabkan melangitnya harga dan mengakibatkan rumah tangga miskin tidak mampu membeli makanan. Nabi menyebut para penimbun (muhtakir) itu sebagai dosa besar dan dikutuk oleh Allah (la’anahum Allah).
Itulah salah satu perspektif mendasar fiqh sosial-politik pangan yang diajarkan Rasulullah dengan kepentingan utama penegakan keadilan pangan, food justice. Memperhatikan ketegasan Nabi dalam urusan pangan seperti ini, tentu memberikan nalar kepada para pengamat pangan dan utamanya rokhaniawan, bahwa fiqh pangan bukanlah sekedar terbatas pada fiqh dzat pangan berkenaan dengan kehalalan dan keharaman pangan semata, akan tetapi mencakup pula segala macam urusan sosial-ekonomi dan politik terkait dengan pangan.
Para ahli fiqh pangan tentu tidak pernah berhenti pada urusan penimbunan barang ini, karena watak fiqh yang dilandasi ushul fiqih yang sama bisa sangat dinamis di lapangan. Masih ada implikasi keadilan sosial-politik pada sisi lain ketika solusi pangan terjadi sangat ekstrem melalui romantisme pangan murah, RPM, penggelontoran import pangan dan bahkan dengan penghapusan BM 58 komoditas pangan secara membabibuta yang teramat potensial memiskinkan petani produsen yang mayoritasnya Nahdliyyin karena lemahnya daya tawar. Benarkah bahwa Bebas BM itu bermakna kedlaliman bagi petani Nahdliyyin?
Dalam hal ini metodologi, manhajul fikr, biasa diambil dalam telaah hukum. Ketika ada percontohan yang bisa dirujuk analoginya, penjabaran analogi terbalik, mafhum mukhalafah, juga sangat lazim dilakukan. Bagaimana halnya ketika pangan dimurah-murahkan melalui tata niaga, tas’ir, dengan modus penggelontoran pasar dengan import dan bebas BM yang merugikan rakyat tani kecil yang mestinya justru berhak dilindungi dalam kebijakan pangan? Perlakuan tas’ir ini tentu tidak berbeda jauh dari ihtikar dengan kerugian massa produsen.
Analisis Kebijakan Nasional
Kebijakan Pangan Pemerintah, atau Government Food Policy, GFP, merupakan seperangkat kebijakan yang teorisasi dan terapannya telah lama dilakukan oleh banyak negara dengan tujuan formal, yang disebut banyak ilmuwan, antara lain: (i) meningkatkan pendapatan usahatani pangan pada tingkat basis; (ii) melindungi petani kecil dan mempertahankan untuk tetap dalam kehidupan pedesaan; (iii) meningkatkan keswasembadaan dan mengurangi ketergantungan terhadap import; (iv) menekan instabilitas harga dan ketidakpastian pendapatan usahatani; (v) menekan biaya konsumsi dan/atau meningkatkan konsumsi pangan masyarakat; dan (vi) kombinasi beberapa pilihan tujuan yang telah disebutkan.
Dalam adopsinya, beragam tujuan sosial-ekonomi tersebut senantiasa dicanangkan teramat populis, over populistic, dengan dalih mengupayakan keadilan dan kesejahteraan rakyat baik rakyat konsumen maupun produsen, meski sebenarnya kepentingan politik citranya jauh lebih menonjol. Latar-belakang inilah yang selalu mewarnai kontroversialnya kebijakan, baik yang langsung berurusan dengan pangan maupun kebijakan nasional non-pangan tetapi memiliki potensi pengaruh terhadap pasar pangan seperti kebijakan tarif listrik, subsidi BBM, dll.
Oleh karenanya, kebijakan yang secara alamiah berpotensi pro-kontra tersebut senantiasa memerlukan alat ukur untuk bisa mengawal mutu kebijakan dan efektifitas kemanfaatannya. Pada tingkat inilah, anasir tujuan pembangunan yang terbingkai dalam segitiga kritis: pertumbuhan, keadilan dan keberlanjutan (growth-equity-sustainability, GES), bisa dipilih sebagai perangkat telaah dan evaluasi baik terhadap mutu perencanaan, implementasi, dan hasil penerapan kebijakan yang pada umumnya memiliki multidimensi implikasi pangan.
Melalui penilaian sederhana, analisis kebijakan pangan nasional khususnya, dan kebijakan nasional yang memiliki implikasi pangan pada umumnya, mudah sekali dilakukan dalam kisi-kisi GES dimaksud. Dengan basis ini pula bisa dilakukan evaluasi terhadap penerapan Bea Masuk (BM) importasi pangan yang oleh banyak pihak dinilai sebagai suatu cara membangun keadilan bagi rakyat tani. Hal sebaliknya juga bisa dilakukan kaitannya dengan penghapusan BM 58 komoditas pangan dan ketidakadilannya bagi produsen pangan.
BM dalam Importasi
Semangat keadilan pula yang melatarbelakangi kritik perdagangan pangan internasional. Eksportasi dan importasi hakekatnya adalah kegiatan niaga belaka dalam rangka memperoleh nilai tambah ekonomis. Persoalaannya menjadi sedikit berbeda manakala berkenaan dengan komoditas strategis, utamanya pangan. Oleh karena strategisnya posisi pangan dalam kehidupan berbangsa, ekportasi dan importasi pangan tidak bisa dipandang sebagai urusan ekonomis belaka, apalagi sekedar urusan finansial antara murah dan mahal. Dalam diri komoditas pangan ada persoalan sosial-budaya, HAM, politik dan persoalan keadilan.
Atas nama keadilan inilah, maka dalam banyak urusan importasi Negara mengenakan BM guna perlindungan produsen pangan dalam negeri menghadapi murahnya barang import yang bisa disebabkan oleh banyak hal, antara lain: (i) efisiensi dan produktifitas yang berbeda dengan RI, (ii) proteksi dan subsidi berlebihan di negara ekportir, (iii) pengaruh mata uang, dsb; sementara sistem produksi pangan RI masih harus berfungsi sebagai bemper sosial dan ketenagakerjaan ketika Negara sedang menghadapi persoalan tingginya angka pengangguran.
Kecuali alasan perlindungan bagi produsen pangan dan urusan ketenagakerjaan, pada gilirannya besaran BM inipun dirangcang untuk menjaga tetap terjaganya pertumbuhan usahatani pangan sehingga rakyat tani tetap bergairah melakukan usahatani pangan, sekaligus mendukung keberlanjutan pangan nasional. Untuk beberapa komoditas pangan utama rancangan inipun sejalan dengaan pencanangan keberlanjutan, swasembada dan kemandirian pangan, sebagaimana akhir-akhir ini sering sekali ditekankan oleh Presiden SBY.
Ketidakadilan Bebas BM
Dalam perspektif GES, syar’i dan semangat pembangunan pertanian yang sering dilontarkan Presiden mulai dari RPPK, pencanangan swasembada lima komoditas pangan Maret 2010, sampai terakhir kali, penekanan SBY di hadapan RKP Nasional 10 Januari 2011 tentang tiadanya alasan bagi Bangsa ini untuk tidak berkemandirian pangan, maka pembebasan BM 58 komoditas pangan secara membabibuta memiliki banyak makna dalam politik pangan RI.
Pertama, pembebasan BM tersebut sangat kontraproduktif terhadap terwujudnya pertumbuhan, keadilan dan keberlanjutan produksi pangan nasional karena potensinya dalam menekan pendapatan petani melalui harga murah. Bebas BM akan memurah-murahkan harga dalam negeri dan merugikan pendapatan usahatani. Pada gilirannya, penggelontoran itu akan mengganggu gairah petani dan akhirnya berpengaruh terhadap produktifitas nasional.
Kedua, pembebabasan BM secara membabibuta tersebut juga sekaligus kontraproduktif terhadap program pangan yang telah dicanangkan Presiden SBY dalam keswasembadaan dan kemandirian pangan. Inilah inkonsistensi pembangunan terbesar yang pernah terjadi di Negeri ini, kalau tidak boleh disebut sebagai kebohongan, karena pada detik yang sama Kabinet melakukan pengambilan keputusan yang saling bertolak belakang. Jelas sekali bagi swasembada dan kemandirian, bahwa bebas BM adalah langkah kemunduran.
Ketiga, sektor pertanian selama ini berposisisi sebagai penyangga terbesar urusan ketenaga-kerjaan nasional ketika Negara gagal membangun lapangan kerja alternatif di pedesaan. Karenanya, bebasnya BM jelas sekali akan mengganggu potensi ketenagakerjaan pertanian. Keempat, RPM yang dibangun melalui bebas BM ini terlalu memanjakan investasi besar milik segelintir pemilik modal dalam industri non-agro melalui harga pangan murah yang memungkinkan rendahnya UMR. Akan tetapi, itu sekaligus menafikan perlunya penyelamatan investasi kecil oleh jutaan investor gurem rakyat tani Indonesia yang mayoritasnya Nahdliyin.
Kelima, bebasnya BM importasi 58 komoditas pangan cenderung memberi kesempatan kepada para pedagang dan importir besar untuk memanfaatkan kesempatan ekonomi dibanding kemanfaatannya bagi publik konsumen. Pengorbanan kesejahteraan petani produsen yang sudah miskin bagi terbentuknya net gain yang teramat massive bagi para importir dan pialang merupakan bentuk ketidakadilan tersendiri yang seharusnya tidak pernah bisa ditolerir.
Keenam, dalih over-popultistic yang dibangun dengan alasan utama rendahnya daya beli publik, harusnya dilakukan tidak secara membabibuta melalui kebijakan umum, common policy, akan tetapi seharusnya dilakukan melalui special policy bagi fakir-miskin, seperti terjadi pada jaman Nabi dan Khulafa’ ar-Rasyidin. Coba dibandingkan dengan bebas BM sekarang: penerima manfaat terbesar RPM dan UMR murah adalah segelintir pemilik modal. Rendahnya daya beli publik mestinyanya diatasi dengan upaya penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi. Special policy dalam bentuk pangan murah harus ekslusif bagi fakir-miskin dan dalam kondisi darurat, emergency. Bukan sebagai kebijakan langganan.
Ketujuh dan lebih dari segalanya, sistem tas’ir yang pengorbanan jutaan massa rakyat kecil produsen pangan atas nama stabilitas dan harga murah bagi keuntungan segelintir pemilik modal dan pedagang yang kaya raya, sungguh sangat melukai rasa keadilan dan teramat jauh menyimpang dari ajaran syar’i yang justru mengamanatkan sebaliknya: untuk berkasih-sayang kepada fakir-miskin. Sikap Rasulullah dalam politik pangan jelas sekali memberi landasan evaluatif yang harus senantiasa menegakkan hakekat keadilan.
Catatan Akhir
Berdasarkan perspektif keadilan pangan baik dalam kerangka politik pangan kontemporer berbasis GES maupun perspektif politik pangan syari’ah berkenaan dengan sistem tas’ir dan ihtikar yang secara ekstreem memurah-murahkan atau memahal-mahalkan harga pangan, maka beberapa catatan berikut ini perlu memperoleh perhatian seksama.
Pembebasan BM secara membabibuta harus ditinjau kembali karena merugikan rakyat tani yang mayoritas warga bangsa dan mayoritasnya Nahdliyyin, bagi keuntungan segelintir kecil pemilik modal yang memperoleh keuntungan usaha berlebihan karena pangan dan UMR super murah. Kebijakan umum melalui penggelontoran pangan yang merugikan rakyat tani yang sudah fakir-miskin, demi murahnya pangan bagi publik umum termasuk orang berpunya juga merupakan kedlaliman nyata.
Pembebasan importasi dan BM pangan seyogyanya dilakukan secara selektif berdasarkan atas asas manfaat dan rasa keadilan yang diterjemahkan dari perspektif GES dan syari’ah. Importasi dan bebas BM yang kontraproduktif terhadap keadilan dan kemandirian, terlebih yang bernuansa eksploitatif terhadap dhu’afa bagi segelintir aghniya’ harus sepenuhnya ditolak.
Sudah saatnya para rokhaniawan NU berembug dan merumuskan kerangka syar’i menurut Aswaja dan kontekstualisasinya dalam politik pangan nasional, yang sudah hampir setengah abad senantiasa mengorbankan rakyat tani yang sudah fakir-miskin sebagai tumbal pembangunan bagi keuntungan segelintir pemilik modal yang memiliki segala kekuasaan. Sudah bukan waktunya menempatkan fakir-miskin sebagai tumbal pembangunan.
Akhirnya, berdasarkan catatan kecil ini, sudah waktunya PBNU dengan ini: (i) menekan Pemerintah untuk segera membangun grand scenario yang mantap bagi pengembangan kemandirian pangan nasional yang berkeadilan sebagai bagian integral dari upaya penguatan Kedaulatan Bangsa NKRI; (ii) mendesak Pemerintah untuk segera mencabut dan melakukan peninjauan ulang terhadap keputusan bebas BM 58 pangan membabuta yang telah dicanangkan, untuk menjadi lebih selektif dan berkeadilan; (iii) mengingatkan Pemerintah RI untuk senantiasa menghindarkan diri dari semakin jauh terjerumus dalam inkonsistensi kebijakan guna keperluan membangun kepercayaan publik; dan (iv) mengajak segenap kekuatan kepakaran syari’ah dan aqidah Aswaja NU untuk melakukan kontekstualisasi dan spiritualisasi seluruh aspek kehidupan berbangsa, termasuk dalam urusan politik pangan nasional yang semakin tidak berkeadilan, serta sekaligus membangun upaya menjauhkan Nahdliyin untuk tidak senantiasa menjadi korban kemadlaratan keputusan politik nasional. Wallahu A'lamu Bisshowab
sumber : http://www.nu.or.id
Sedari dini ajaran keadilan ditekankan oleh seluruh aliran keagamaan yang ada di muka bumi, jauh hari sebelum urusan peribadatan dikenalkan. Itulah yang diyakini sebagai maksud utama turunnya agama, maqashidus syari’ah. Keyakinan akan kepentingan keadilan itu pula yang mengajarkan utamanya perlindungan terhadap hak keberagamaan sampai hak privat yang nondiskriminatif (hifdzud din sampai hifdzul ‘irdl), termasuk hak atas keadilan pangan.
Pada masa Nabi Muhammad membangun keberadaban Madinah, urusan keadilan pangan tidak lepas dari perhatiannya. Dalam banyak rujukan standard, salah satunya I’anatuth Tholibin (3-131), disebut bagaimana ketegasan Nabi SAW terhadap potensi ketidakadilan pangan karena ulah penimbunan yang menyebabkan melangitnya harga dan mengakibatkan rumah tangga miskin tidak mampu membeli makanan. Nabi menyebut para penimbun (muhtakir) itu sebagai dosa besar dan dikutuk oleh Allah (la’anahum Allah).
Itulah salah satu perspektif mendasar fiqh sosial-politik pangan yang diajarkan Rasulullah dengan kepentingan utama penegakan keadilan pangan, food justice. Memperhatikan ketegasan Nabi dalam urusan pangan seperti ini, tentu memberikan nalar kepada para pengamat pangan dan utamanya rokhaniawan, bahwa fiqh pangan bukanlah sekedar terbatas pada fiqh dzat pangan berkenaan dengan kehalalan dan keharaman pangan semata, akan tetapi mencakup pula segala macam urusan sosial-ekonomi dan politik terkait dengan pangan.
Para ahli fiqh pangan tentu tidak pernah berhenti pada urusan penimbunan barang ini, karena watak fiqh yang dilandasi ushul fiqih yang sama bisa sangat dinamis di lapangan. Masih ada implikasi keadilan sosial-politik pada sisi lain ketika solusi pangan terjadi sangat ekstrem melalui romantisme pangan murah, RPM, penggelontoran import pangan dan bahkan dengan penghapusan BM 58 komoditas pangan secara membabibuta yang teramat potensial memiskinkan petani produsen yang mayoritasnya Nahdliyyin karena lemahnya daya tawar. Benarkah bahwa Bebas BM itu bermakna kedlaliman bagi petani Nahdliyyin?
Dalam hal ini metodologi, manhajul fikr, biasa diambil dalam telaah hukum. Ketika ada percontohan yang bisa dirujuk analoginya, penjabaran analogi terbalik, mafhum mukhalafah, juga sangat lazim dilakukan. Bagaimana halnya ketika pangan dimurah-murahkan melalui tata niaga, tas’ir, dengan modus penggelontoran pasar dengan import dan bebas BM yang merugikan rakyat tani kecil yang mestinya justru berhak dilindungi dalam kebijakan pangan? Perlakuan tas’ir ini tentu tidak berbeda jauh dari ihtikar dengan kerugian massa produsen.
Analisis Kebijakan Nasional
Kebijakan Pangan Pemerintah, atau Government Food Policy, GFP, merupakan seperangkat kebijakan yang teorisasi dan terapannya telah lama dilakukan oleh banyak negara dengan tujuan formal, yang disebut banyak ilmuwan, antara lain: (i) meningkatkan pendapatan usahatani pangan pada tingkat basis; (ii) melindungi petani kecil dan mempertahankan untuk tetap dalam kehidupan pedesaan; (iii) meningkatkan keswasembadaan dan mengurangi ketergantungan terhadap import; (iv) menekan instabilitas harga dan ketidakpastian pendapatan usahatani; (v) menekan biaya konsumsi dan/atau meningkatkan konsumsi pangan masyarakat; dan (vi) kombinasi beberapa pilihan tujuan yang telah disebutkan.
Dalam adopsinya, beragam tujuan sosial-ekonomi tersebut senantiasa dicanangkan teramat populis, over populistic, dengan dalih mengupayakan keadilan dan kesejahteraan rakyat baik rakyat konsumen maupun produsen, meski sebenarnya kepentingan politik citranya jauh lebih menonjol. Latar-belakang inilah yang selalu mewarnai kontroversialnya kebijakan, baik yang langsung berurusan dengan pangan maupun kebijakan nasional non-pangan tetapi memiliki potensi pengaruh terhadap pasar pangan seperti kebijakan tarif listrik, subsidi BBM, dll.
Oleh karenanya, kebijakan yang secara alamiah berpotensi pro-kontra tersebut senantiasa memerlukan alat ukur untuk bisa mengawal mutu kebijakan dan efektifitas kemanfaatannya. Pada tingkat inilah, anasir tujuan pembangunan yang terbingkai dalam segitiga kritis: pertumbuhan, keadilan dan keberlanjutan (growth-equity-sustainability, GES), bisa dipilih sebagai perangkat telaah dan evaluasi baik terhadap mutu perencanaan, implementasi, dan hasil penerapan kebijakan yang pada umumnya memiliki multidimensi implikasi pangan.
Melalui penilaian sederhana, analisis kebijakan pangan nasional khususnya, dan kebijakan nasional yang memiliki implikasi pangan pada umumnya, mudah sekali dilakukan dalam kisi-kisi GES dimaksud. Dengan basis ini pula bisa dilakukan evaluasi terhadap penerapan Bea Masuk (BM) importasi pangan yang oleh banyak pihak dinilai sebagai suatu cara membangun keadilan bagi rakyat tani. Hal sebaliknya juga bisa dilakukan kaitannya dengan penghapusan BM 58 komoditas pangan dan ketidakadilannya bagi produsen pangan.
BM dalam Importasi
Semangat keadilan pula yang melatarbelakangi kritik perdagangan pangan internasional. Eksportasi dan importasi hakekatnya adalah kegiatan niaga belaka dalam rangka memperoleh nilai tambah ekonomis. Persoalaannya menjadi sedikit berbeda manakala berkenaan dengan komoditas strategis, utamanya pangan. Oleh karena strategisnya posisi pangan dalam kehidupan berbangsa, ekportasi dan importasi pangan tidak bisa dipandang sebagai urusan ekonomis belaka, apalagi sekedar urusan finansial antara murah dan mahal. Dalam diri komoditas pangan ada persoalan sosial-budaya, HAM, politik dan persoalan keadilan.
Atas nama keadilan inilah, maka dalam banyak urusan importasi Negara mengenakan BM guna perlindungan produsen pangan dalam negeri menghadapi murahnya barang import yang bisa disebabkan oleh banyak hal, antara lain: (i) efisiensi dan produktifitas yang berbeda dengan RI, (ii) proteksi dan subsidi berlebihan di negara ekportir, (iii) pengaruh mata uang, dsb; sementara sistem produksi pangan RI masih harus berfungsi sebagai bemper sosial dan ketenagakerjaan ketika Negara sedang menghadapi persoalan tingginya angka pengangguran.
Kecuali alasan perlindungan bagi produsen pangan dan urusan ketenagakerjaan, pada gilirannya besaran BM inipun dirangcang untuk menjaga tetap terjaganya pertumbuhan usahatani pangan sehingga rakyat tani tetap bergairah melakukan usahatani pangan, sekaligus mendukung keberlanjutan pangan nasional. Untuk beberapa komoditas pangan utama rancangan inipun sejalan dengaan pencanangan keberlanjutan, swasembada dan kemandirian pangan, sebagaimana akhir-akhir ini sering sekali ditekankan oleh Presiden SBY.
Ketidakadilan Bebas BM
Dalam perspektif GES, syar’i dan semangat pembangunan pertanian yang sering dilontarkan Presiden mulai dari RPPK, pencanangan swasembada lima komoditas pangan Maret 2010, sampai terakhir kali, penekanan SBY di hadapan RKP Nasional 10 Januari 2011 tentang tiadanya alasan bagi Bangsa ini untuk tidak berkemandirian pangan, maka pembebasan BM 58 komoditas pangan secara membabibuta memiliki banyak makna dalam politik pangan RI.
Pertama, pembebasan BM tersebut sangat kontraproduktif terhadap terwujudnya pertumbuhan, keadilan dan keberlanjutan produksi pangan nasional karena potensinya dalam menekan pendapatan petani melalui harga murah. Bebas BM akan memurah-murahkan harga dalam negeri dan merugikan pendapatan usahatani. Pada gilirannya, penggelontoran itu akan mengganggu gairah petani dan akhirnya berpengaruh terhadap produktifitas nasional.
Kedua, pembebabasan BM secara membabibuta tersebut juga sekaligus kontraproduktif terhadap program pangan yang telah dicanangkan Presiden SBY dalam keswasembadaan dan kemandirian pangan. Inilah inkonsistensi pembangunan terbesar yang pernah terjadi di Negeri ini, kalau tidak boleh disebut sebagai kebohongan, karena pada detik yang sama Kabinet melakukan pengambilan keputusan yang saling bertolak belakang. Jelas sekali bagi swasembada dan kemandirian, bahwa bebas BM adalah langkah kemunduran.
Ketiga, sektor pertanian selama ini berposisisi sebagai penyangga terbesar urusan ketenaga-kerjaan nasional ketika Negara gagal membangun lapangan kerja alternatif di pedesaan. Karenanya, bebasnya BM jelas sekali akan mengganggu potensi ketenagakerjaan pertanian. Keempat, RPM yang dibangun melalui bebas BM ini terlalu memanjakan investasi besar milik segelintir pemilik modal dalam industri non-agro melalui harga pangan murah yang memungkinkan rendahnya UMR. Akan tetapi, itu sekaligus menafikan perlunya penyelamatan investasi kecil oleh jutaan investor gurem rakyat tani Indonesia yang mayoritasnya Nahdliyin.
Kelima, bebasnya BM importasi 58 komoditas pangan cenderung memberi kesempatan kepada para pedagang dan importir besar untuk memanfaatkan kesempatan ekonomi dibanding kemanfaatannya bagi publik konsumen. Pengorbanan kesejahteraan petani produsen yang sudah miskin bagi terbentuknya net gain yang teramat massive bagi para importir dan pialang merupakan bentuk ketidakadilan tersendiri yang seharusnya tidak pernah bisa ditolerir.
Keenam, dalih over-popultistic yang dibangun dengan alasan utama rendahnya daya beli publik, harusnya dilakukan tidak secara membabibuta melalui kebijakan umum, common policy, akan tetapi seharusnya dilakukan melalui special policy bagi fakir-miskin, seperti terjadi pada jaman Nabi dan Khulafa’ ar-Rasyidin. Coba dibandingkan dengan bebas BM sekarang: penerima manfaat terbesar RPM dan UMR murah adalah segelintir pemilik modal. Rendahnya daya beli publik mestinyanya diatasi dengan upaya penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi. Special policy dalam bentuk pangan murah harus ekslusif bagi fakir-miskin dan dalam kondisi darurat, emergency. Bukan sebagai kebijakan langganan.
Ketujuh dan lebih dari segalanya, sistem tas’ir yang pengorbanan jutaan massa rakyat kecil produsen pangan atas nama stabilitas dan harga murah bagi keuntungan segelintir pemilik modal dan pedagang yang kaya raya, sungguh sangat melukai rasa keadilan dan teramat jauh menyimpang dari ajaran syar’i yang justru mengamanatkan sebaliknya: untuk berkasih-sayang kepada fakir-miskin. Sikap Rasulullah dalam politik pangan jelas sekali memberi landasan evaluatif yang harus senantiasa menegakkan hakekat keadilan.
Catatan Akhir
Berdasarkan perspektif keadilan pangan baik dalam kerangka politik pangan kontemporer berbasis GES maupun perspektif politik pangan syari’ah berkenaan dengan sistem tas’ir dan ihtikar yang secara ekstreem memurah-murahkan atau memahal-mahalkan harga pangan, maka beberapa catatan berikut ini perlu memperoleh perhatian seksama.
Pembebasan BM secara membabibuta harus ditinjau kembali karena merugikan rakyat tani yang mayoritas warga bangsa dan mayoritasnya Nahdliyyin, bagi keuntungan segelintir kecil pemilik modal yang memperoleh keuntungan usaha berlebihan karena pangan dan UMR super murah. Kebijakan umum melalui penggelontoran pangan yang merugikan rakyat tani yang sudah fakir-miskin, demi murahnya pangan bagi publik umum termasuk orang berpunya juga merupakan kedlaliman nyata.
Pembebasan importasi dan BM pangan seyogyanya dilakukan secara selektif berdasarkan atas asas manfaat dan rasa keadilan yang diterjemahkan dari perspektif GES dan syari’ah. Importasi dan bebas BM yang kontraproduktif terhadap keadilan dan kemandirian, terlebih yang bernuansa eksploitatif terhadap dhu’afa bagi segelintir aghniya’ harus sepenuhnya ditolak.
Sudah saatnya para rokhaniawan NU berembug dan merumuskan kerangka syar’i menurut Aswaja dan kontekstualisasinya dalam politik pangan nasional, yang sudah hampir setengah abad senantiasa mengorbankan rakyat tani yang sudah fakir-miskin sebagai tumbal pembangunan bagi keuntungan segelintir pemilik modal yang memiliki segala kekuasaan. Sudah bukan waktunya menempatkan fakir-miskin sebagai tumbal pembangunan.
Akhirnya, berdasarkan catatan kecil ini, sudah waktunya PBNU dengan ini: (i) menekan Pemerintah untuk segera membangun grand scenario yang mantap bagi pengembangan kemandirian pangan nasional yang berkeadilan sebagai bagian integral dari upaya penguatan Kedaulatan Bangsa NKRI; (ii) mendesak Pemerintah untuk segera mencabut dan melakukan peninjauan ulang terhadap keputusan bebas BM 58 pangan membabuta yang telah dicanangkan, untuk menjadi lebih selektif dan berkeadilan; (iii) mengingatkan Pemerintah RI untuk senantiasa menghindarkan diri dari semakin jauh terjerumus dalam inkonsistensi kebijakan guna keperluan membangun kepercayaan publik; dan (iv) mengajak segenap kekuatan kepakaran syari’ah dan aqidah Aswaja NU untuk melakukan kontekstualisasi dan spiritualisasi seluruh aspek kehidupan berbangsa, termasuk dalam urusan politik pangan nasional yang semakin tidak berkeadilan, serta sekaligus membangun upaya menjauhkan Nahdliyin untuk tidak senantiasa menjadi korban kemadlaratan keputusan politik nasional. Wallahu A'lamu Bisshowab
sumber : http://www.nu.or.id
Bersentuhan dengan Istri Membatalkan Wudhu
pBersentuhan dengan Istri Membatalkan Wudhu
Persentuhan kulit laki-laki dewasa dengan wanita dewasa yang bukan mahram (termauk juga istri) tanpa penghalang dapat membatalkan wudhu. Dalam kitab al-Iqna pada Hamisyi albujairimi juz I, halaman 171 sebagai berikut:
Begitu juga yang dijelaskan dalam hadits dari Muadz bin Djabal.
Ada juga hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar dari ayahnya:
Hadits ini jelas menerangkan bahwa bersentuhan dengan istri itu membatalkan wudhu seperti halnya batalnya wudhu karena mencium istri sendiri.
Seperti yang ditekankan dalam salah satu riwayat Ibnu Haitam, bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata:
Ini berarti bersentuhan dengan istri tanpa penghalang baik sengaja atapun tidak membatalkan wudhu. Lebih jelas lagi riwayat atThabrani:
sumber : http://www.nu.or.id
Persentuhan kulit laki-laki dewasa dengan wanita dewasa yang bukan mahram (termauk juga istri) tanpa penghalang dapat membatalkan wudhu. Dalam kitab al-Iqna pada Hamisyi albujairimi juz I, halaman 171 sebagai berikut:
..والرابع من نواقض الوضوء لمــــس الرجل ببشرته المرأة الأجنبية أى بشرتها من غير حائل.
...hal keempat membatalkan wudhu adalah bersentuhan kulit laki-laki dewasa dengan perempuan dewasa lain (yang bukan muhrim) tanpa ada penghalang. Begitu juga yang dijelaskan dalam hadits dari Muadz bin Djabal.
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أتاه رجل فقال: يارسول الله ما تقول فى رجل لقي امرأة لايعرفها وليس يأتى الرجل من امرأته شيئا إلاأتاه منها غير أنه لم يجامعها قال فأنزل الله عز وجل هذه الأية أقم الصلاة طرفي النهار وزلفا من الليل, قال فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم : توضاء ثم صل..! قال معاذ فقلت يارسول الله أله خاصة أم للمؤمنين عامة؟ فقال:بل للمؤمنين عامة (رواه أحمد والدارقطنى
Rasulullah saw. kedatangan seorang lelaki lalu berkata: ya Rasulullah, apa pendapatmu tentang seorang lelaki bertemu dengan perempuan yang tak dikenalnya. Dan mereka bertemu tidak seperti layaknya suimi-istri, tidak juga bersetubuh. Namun, hanya itu saja (bersetubuh) yang tidak dilakukannya. Kata Rawi Maka turunlah ayat أقم الصلاة طرفي النهار وزلفا من الليل . Rawi bercerita: Maka rasulullah saw bersabda: berwudhulah kamu kemudian sembahyanglah. Muadz berkata ”wahai Rasulullah apakah perintah ini hanya untuk orang ini, atau umum untuk semua orang mu’min? Rasulullah saw menjawab “untuk semua orang mu’min’ (HR. Ahmad Addaruquthni) Ada juga hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar dari ayahnya:
قبلة الرجل امرأته وجسه بيده من الملامسة فمن قبل امرأته أوجسها بيده فعليه الوضوء (رواه مالك فى الموطأ والشافعى )
Sentuhan tanagn seorang laki-laki terhadap istrinya dan kecupannya termasuk pada bersentuhan (mulamasah). Maka barangsiapa mencium istrinya atau menyentuhnya dengan tangan, wajiblah atasnya berwudhu (HR. Malik dalam Muwattha’ dan as-Syafi’i)Hadits ini jelas menerangkan bahwa bersentuhan dengan istri itu membatalkan wudhu seperti halnya batalnya wudhu karena mencium istri sendiri.
Seperti yang ditekankan dalam salah satu riwayat Ibnu Haitam, bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata:
اللمس ما دون الجماع
Yang dimaksud dengan sentuh (allamsu) adalah selain jima’.Ini berarti bersentuhan dengan istri tanpa penghalang baik sengaja atapun tidak membatalkan wudhu. Lebih jelas lagi riwayat atThabrani:
يتوضأ الرجل من المباشرة ومن اللمس بيده ومن القبلة
Berwudhulah lelaki karena berlekatan, bersentuhan dengan tangan dan karena ciuman.sumber : http://www.nu.or.id
Langganan:
Postingan (Atom)